NAMA : ELLSA ASTARI MAIZA
KELAS :
2EA24
NPM : 12213870
MATA
KULIAH : SOFTSKILL "PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN "
Tentang : 1. Warga Negara
2. Bentuk
Pemerintahan
3. Sistem Pemerintahan
4. Hak dan Kewajiban
WARGA
NEGARA
A.
Pengertian
Warga Negara
Warga
negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah
negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang
mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sementara itu, AS Hikam dalam Ghazalli (2004) mendefinisikan warga negara yang
merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang
membentuk negara itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara
seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah
Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga
negara”.
Selanjutnya dalam pasal
1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan
bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang
berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik
Indonesia.
Warga negara memiliki
peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan
kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau
warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh
negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga
negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E
ayat (1) UUD 1945.
Pernyataan ini
mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat
diklasifikasikan menjadi:
- Warga
Negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
- Penduduk,
yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara
sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal
sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang
diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Dalam penjelasannya
dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda,
peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat tinggal di
Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada
Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari sudut hubungan
antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara
dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara
mempunyai kedudukan
khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang
bersifat timbal balik terhadap negaranya.
B.
Penentuan Warga Negara Indonesia
Siapa
saja yang dapat menjadi warga negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat
berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran, asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan dan Asas
kewarganegaraan berdasarkan naturalisasi.
a) Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas
kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis.
Kedua istilah tersebut
berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal
dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan sanguinis berasal
dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian ius soli berarti pedoman
kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius
sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau
keibubapakan.
Sebagai contoh, jika
sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di negara
tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas ius
sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir
dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu, Indonesia
misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang
tuanya, yakni warga negara Indonesia.
1. Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari
orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya
kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia. Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah
(law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan,
adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut
kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini
dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental
dan China.
Asas ius sanguinis
memiliki keuntungan, antara lain:
1) Akan memperkecil jumlah orang keturunan
asing sebagai warga negara;
2) Tidak akan memutuskan hubungan antara
negara dengan warga negara yang lahir;
3) Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme;
4) Bagi negara daratan seperti China dan
lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga
negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
2. Asas Ius Soli
Pada awalnya, asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal
ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah
negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut. Asas ius soli
atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau
asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan
menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara
imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah
tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang
dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga
negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota
tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan
prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris,
Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak
berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya
berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara waktu
asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran
di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi
dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain
yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan
terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua
yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika
kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya
(misalnya di tempat ibunya).
Jika tetap menganut
asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan
ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya.
Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat
memiliki status kewarga-negaraan bapaknya.
b) Asas
Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum
kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga
dapat dilihat dari
sistem perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu
asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
1. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan
pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti
masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga
yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan
terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus
tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment
menjalankan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak
terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan mengikuti status suami baik pada
waktu perkawinan dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan.
Negara-negara yang masih mengikuti asas ini antara lain: Belanda, Belgia,
Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut asas ini
menjamin kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa. Proses ini akan
dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan kewarganegaraan suami.
Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang dilahirkan dari
perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat mendidik anak-anaknya
menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang
ayah anak-anak.
2. Asas Persamaan Derajat
Dalam asas persamaan
derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan
masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap
berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi
suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya
ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang
menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman,
Israel, Swedia, Birma dan lainnya. Asas ini dapat menghindari terjadinya
penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin
memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura
melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui
perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya,
maka selanjutnya ia menceraikan istrinya.
c) Asas Kewarganegaraan Berdasarkan
Naturalisasi
Walaupun tidak dapat
memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan,
seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan
atau naturalisasi. Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang
pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk
memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara.
Sedangkan dalam
pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu
negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga negara suatu negara, maka
yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak
pemberian kewarganegaraan tersebut.
Perolehan
Kewarganegaraan Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia,
pemerintah mengatur dalam Undang-undang. Hal ini diatur sedemikian rupa,
sehingga mampu mengantisipasi berbagai permasalahan baik sosial maupun
permasalahan hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang menyangkut status
warga negara dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun aktivitas yang
berkaitan dengan interaksi antar negara. Sebagai contoh, kehadiran beberapa
artis muda di Indonesia yang berasal dari negara lain, saat ini tengah
berurusan dengan pihak imigrasi karena visa dan status kewarganegaraan mereka.
Terkait dengan kejahatan, berbagai kasus penyebaran narkoba oleh warga negara
kulit hitam di Indonesia melibatkan jaringan internasional. Dengan pengaturan
status kewarganegaraan, pihak kepolisian memiliki bukti yang kuat untuk
mencekal maupun menangkap dan mengembalikannya ke negara asalnya.
Dalam penjelasan umum
Undang-undang No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1) Karena kelahiran;
2) Karena pengangkatan;
3) Karena dikabulkannya permohonan;
4) Karena pewarganegaraan;
5) Karena perkawinan
6) Karena turut ayah dan atau ibu;
7) Karena pernyataan.
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak adalah sesuatu yang
mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.
Contohnya, hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan
sebagainya.
Sebagai warga negara
yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan
tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi.
a) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Politik
Pasal 27 ayat (1)
menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada
kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban,
yaitu:
·
Hak untuk diperlakukan yang sama di
dalam hukum dan pemerintahan.
·
Kewajiban menjunjung hukum dan
pemerintahan.
Pasal 28 menyatakan,
bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti pesannya
adalah:
- Hak berserikat dan
berkumpul.
- Hak mengeluarkan
pikiran (berpendapat).
- Kewajiban untuk
memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-
aturan lainnya, di antaranya: Semua
organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai
azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan
pikiran (pembuatannya selain
bebas harus pula bertanggung jawab dan
sebagainya).
b) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Sosial
Budaya
Pasal 31 ayat (1)
menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2)
menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim
pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 32 menyatakan
bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti pesan yang
terkandung adalah:
- Hak
memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun
kejuruan.
·
Hak menikmati dan mengembangkan
kebudayaan nasional dan daerah.
·
Kewajiban mematuhi peraturan-peraturan
dalam bidang kependidikan.
·
Kewajiban memelihara alat-alat sekolah,
kebersihan dan ketertibannya.
·
Kewajiban ikut menanggung biaya
pendidikan.
·
Kewajiban memelihara kebudayaan nasional
dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga negara
tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
·
Hak untuk mengembangkan dan
menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di samping kehidupan materiil
juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
·
Kewajiban untuk percaya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
c) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30 menyatakan,
bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara”.
d) Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33 ayat (1),
menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
azas kekeluargaan”.
Pasal 33 ayat (2),
menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal 33 ayat (3),
menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Pasal 34 menyatakan
bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Arti
pesannya adalah:
·
Hak memperoleh jaminan kesejahteraan
ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang
terjangkau oleh daya beli rakyat.
·
Hak dipelihara oleh negara untuk fakir
miskin dan anak-anak terlantar.
·
Kewajiban bekerja keras dan terarah
untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam.
·
Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan
ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain.
·
Kewajiban membantu negara dalam
pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak dan
kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan Anda sebagai
warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu, setiap
penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik
yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya.
Karakteristik adalah
sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia,
sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga negara.
Sejumlah sifat dan
karakter warga negara Indonesia adalah memiliki rasa hormat dan tanggung jawab,
bersikap kritis, melakukan diskusi dan dialog, bersikap Terbuka, rasional,
adil, dan jujur.
Syarat
Menjadi Warga Indonesia
Seorang
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga
negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda
Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai
penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik
(Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan
mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada
warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional.
Kewarganegaraan
Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia
(WNI) adalah :
1. Setiap
orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.
2. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara
asing (WNA), atau sebaliknya
4. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak
memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. Anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari
perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. Anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. Anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang
ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 tahun atau belum kawin
8. Anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. Anak
yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia selama ayah
dan ibunya tidak diketahui
10. Anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11. Anak
yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang
karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. Anak
dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
BENTUK
PEMERINTAHAN
Bentuk
Pemerintahan adalah suatu sistem yang mengatur alat-alat perlengkapan Negara
dan hubungan antar alat-alat perlengkapan itu.Teori-teori klasik tentang bentuk
pemerintahan pada umumnya masih menggabungkan bentuk Negara dan bentuk
Pemerintahan.hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit yang
menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan.Padmo Wahyono
juga berpendapat behwa bentuk Negara aristrokrasi dan demokrasi adalah bentuk
Pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan
modern. Dalam teori Klasik, bentuk pemerintahan dapat dibedakan atas jumlah
orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
A. Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Pada
masa yunani kuno hanya dikenal adanya 3 bentuk pokok dari negara. Pada waktu
itu pengertian dari negara, pemerintahan dan masyarakat masih belum dibedakan.
Hal ini disebabkan karena susunan negara masih sangat sederhana, bila
dibandingkan dengan pengertian negara pada zaman sekarang. Luas negara pada
zaman Yunani kuno hanya sebesar kota, yang pada hakikatnya hanya merupakan
negara-kota saja. Negara-kota ini dikenal dengan istilah “polis”. Selain itu
sifat dari urusan negara masih sangat sederhana sekali. Dalam pandangan
masyarakat dan para ahli negara belum ada perbedaan antara pengertian negara,
pengertian masyarakat dan pengertian pemerintah.
Adapun tiga bentuk
pokok daripada negara pada masa yunani kuno tersebut ialah : Monarchi,
Oligarchi dan Demokrasi. Untuk membedakan pengertian dari ketiga bentuk negara
diatas adalah jumlah dari pemegang kekuasaan.
Jika yang memegang
kekuasaan itu hanya satu orang, maka bentuk negaranya dapat dipastikan Monarchi
(diambil dari bahasa yunani “monos” yang berarti “satu: dan “archien” yang
berarti memerintah). Sedangkan jika yang memegang kekuasaan adalah beberapa
orang maka beentuk negaranya adalah Oligarchi (diambil dari bahasa Yunani
yaitu “oligai” yang berarti beberapa dan
“archien” yang berarti memerintah). Sedangkan jjika pemegang kekuasaan itu
adalah rakyat, maka bentuk negaranya disebut Demokrasi (diambil dari bahasa
yunani “demos” yang berati rakyat).
B.
Bentuk Negara
Terdapat banyak
pendapat mengenai bentuk negara, namun berdasarkan pendapat yang berlaku umum
dan teori modern, bentuk negara saat ini dibedakan menjadi dua yaitu negara
kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federasi).
a. Negara Kesatuan
Negara kesatuan
merupakan negara yang bersusun tunggal, artinya hanya ada satu pemerintahan pusat
yang memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh daerah dan tidak ada negara –
negara bagian ataupun daerah yang bersifat negara. Pemerintah menduduki tingkat
tertinggi dan dapat memutuskan segala sesuatu yang terjadi dalam negara. Negara
kesatuan disebut juga sebagai negara bersusunan tunggal sehingga hanya ada satu
kepala negara, satu undang-undang dasar, satu kepala pemerintahan, dan satu
parlemen yang mewakili seluruh rakyat.
Adapun penyelenggaraan
negara kesatuan dapat dilakukan melalui dua cara sebagai berikut.
1)
Sistem Sentralisasi
Dalam sistem ini,
segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat,
sedangkan daerah tinggal melaksanakan.
2)
Sistem Desentralisasi
Dalam sistem ini,
daerah diberi kesempatan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
yang berarti bahwa daerah memiliki hak otonomi untuk menyelenggarakan
kekuasaan.
Ciri-ciri negara
kesatuan adalah sebagai berikut :
1)
Negara hanya memiliki satu undang-undang
dasar, satu satu kepala negara, satu dewan menteri, dan satu Dewan Perwakilan
Rakyat.
2)
Hanya terdapat satu kebijakan yang
menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan
keamanan.
3)
Kedaulatan negara meliputi kedaulatan ke
dalam dan ke luar yang ditangani pemerintah pusat.
Contoh negara yang
berbentuk kesatuan adalah Indonesia, Jepang, Italia, Filipina, dan Belanda.
b. Negara Serikat
Negara serikat atau
sering juga disebut negara federasi merupakan negara yang bersusunan jamak,
yaitu terdiri dari beberapa negara yang disebut negara bagian. Tiap-tiap negara
bagian memiliki kedaulatan dan merupakan negara yang merdeka. Mereka bergabung
membentuk
negara serikat dengan
pemerintahan tersendiri yang disebut pemerintahan federal sehingga dalam negara
serikat terdapat dua pemerintahan, yaitu pemerintahan negara bagian dan
pemerintahan negara federal. Perlu untuk dipahami bahwa hubungan antara negara
bagian dan negara federal adalah independen, yaitu merdeka dan tidak dibawah
kekuasaan dengan sifat hubungan koordinatif.
Ciri-ciri negara serikat
adalah sebagai berikut.
1)
Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan
dari negara-negara bagian untuk urusan ke luar dan sebagian ke dalam.
2)
Setiap negara bagian berstatus tidak
berdaulat, akan tetapi kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian.
3)
Kepala negara memiliki hak veto atau
pembatalan keputusan yang diajukan oleh parlemen.
4)
Setiap negara bagian memiliki wewenang
untuk membuat undang-undang dasar sendiri selama tidak bertentangan dengan
pemerintah pusat.
Pada negara serikat
terjadi penyerahan kekuasaan dari negara bagian kepada negara serikat yang
disebut dengan istilah limitatif (sebuah demi sebuah). Kekuasaan asli dalam
negara serikat tetap ada pada negara bagian karena negara bagian
memilikihubungan langsung dengan rakyatnya.
Beberapa kekuasaan yang
diserahkan negara bagian kepada negara serikat merupakan hal-hal yang berkaitan
dengan persoalan hubungan luar negeri, pertahan negara, keuangan, serta urusan
pos. kekuasaan tersebut dinamakan kekuasaan yang didelegasikan (delegated
powers).
Contoh negara yang
berbentuk serikat adalh India, Australia, Amerika Serikat, jerman, Swiss,
Brasil dan Malaysia.
c. Perbedaan Mendasar Antara Negara Kesatuan
dan negara Serikat
Dalam negara kesatuan,
organisasi bagian-bagian negara secara umum telah diatur/ditetapkan oleh
pembentuk undang-undang pusat. Sedangkan pada negara serikat, negara bagian
suatu federasi mempunyai pouvoir constituant, yaitu wewenang untuk membentuk
undang-undang dasar sendiri guna mengatur bentuk organisasi sendiri dalam
kerangka dan batas-batas konstitusi federal.
Dalam negara kesatuan,
wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam rumusan umum dan
wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah (lokal/daerah) tergantung
pada lembaga pembentuk undang-undang pusat tersebut. Sedangkan dalam negara
serikat wewenang
membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci
secara detail (satu persatu) dalam konstitusi federal.
Selain negara serikat
(federasi) terdapat juga serikat negara (konfederasi). Keduanya merupakan
sesuatu yang berbeda. Konfederasi merupakan perserikatan beberapa negara
merdeka dan berdaulat, baik ke dalam maupun ke luar. Negara-negara tersebut
bergabung untuk mencapai tujuan-tujuantertentu. Misalnya, perdagangan ataupun
untuk menjaga pertahanan bersama. Namun tiap-tiap negara tetap memiliki dan
mempertahankan kedudukan internasional mereka. Jadi, konfederasi bukanlah
negara dalam pengertian hukum internasional.
Disamping 2 bentuk
diatas, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk Negara dapat
digolongkan ketiga kelompok yaitu: Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.
a.
Monarki
Pemerintahan monarki
adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Dalam prakteknya,
monarki ada dua jenis yaitu: Monarki absolut dan monarki konstutional.
a) Monarki absolut adalah model pemerintahan
dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang raja atu ratu. Termasuk dalam
kategori ini adalah negara Arab saudi, Brunae, Swazilan, bhutan, dll.
b) Monarki
konstitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala negaranya
(perdana mentri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan kostitusi nagara. Praktek
monarki konstitusional ini adalah yang paling banyak dipraktekan di beberapa
negara, seperti Thailand, Jepang, Inggris, jordania dan lan-lain.
c) Monarki
parlamenter adalah bentuk pemerintahan yang bertanggung jawab atas
kebijaksanaan pemerintahannya adalah mentri, Termasuk dalam kategori ini adalah
negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
Dengan demikian
pengertian negara yang berbentuk monarki adalah negara dimana cara penunjukan
kepala negaranya berdasarkan keturunan dari raja yang sebelumya.
b. Oligarki
Model pemerintahan
oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang berkuasa dari
golongan atau kelompok tertentu. System ini muncul karena terjadinya Monarki
absolute. Monarki absolute menyebabkan tindakan kesewenangan raja yang
mengakibatkan sekumpulan kaum aristocrat atau bangsawan mengambil alih
pemerintahan.
Namun, system ini tidak
berlangsung mulus seperti awalnya. Karena, ternyata banyak kaum bangsawan yang
juga melakukan tindakan sewenang-wenang dalam pemerintahannya. System
pemerintahan ini kemudian digantikan oleh Demokrasi yang berasaskan rakyat.
c. Demokrasi
Pemerintahan model
demokrasi adalah pemerintahan yang bersandarkan pada kedaulatan rakyat atau
bendasarkan kekuasaannya pada pilihan atau kehendak rakyat malalui mekanisme
pemulihan Umum (pemilu) yang berlangsung secara jujur, bebas, aman, dan adil.
System pemerintahan
demokrasi muncul setelah Oligarki. System ini terbentuk karena adanya kekuasaan
ditangan rakyat. Ini berarti, rakyatlah yang memegang tahta kekuasaan tertinggi
dalam pemerintahan. Namun, pemerintah yang dipilih oleh rakyatnya lah yang
menjalankan pemerintahan.
Dalam teori Ilmu Negara
pengertian tentang teori bentuk Negara sejak dahulu kala dibagi menjadi dua
yaitu: monarchie dan republik. Untuk menentukan suatu Negara itu berbentuk
monarchie dan republik, dalam Ilmu Negara banyak macam ukuran yang dipakai.
Antara lain Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemene Staatslehre memakai
sebagai kriteria bagaimana caranya kehendak negara itu dinayatakan.
Jika kehendak Negara
itu ditentukan oleh satu orang saja, maka bentuk Negara itu monarchie dan jika
kehendak Negara itu ditentukan oleh orang banyak yang merupakan suatu majelis,
maka bentuk negaranya adalah republik. Pendapat Jellinek ini tidak banyak
penganutnya karena banyak mengandung kelemahan.
Faham Duguit lebih
lazim dipakai, yang menggunakan sebagai kriteria bagaimana caranya kepala
Negara itu diangkat. Dalam bukunya yang berjudul Traite de Droit Contitutionel
jilid 2, diutarakan jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris
atau keturunan maka bentuk negaranya disebut monarchie dan Kepala Negaranya
disebut raja atau ratu. Jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum
untuk masa jabatan yang ditentukan, maka bentuk negaranya disebut republik dan
Kepala Negaranya adalah seorang Presiden.
Sama hal nya monarki
republik itu dapat dibagi menjadi:
1) Republik mutlak (absolute)
2) Republik konstitusi
3) Repulik parlemen
Menurut ketentuan yang
telah dijelaskan di atas maka negara Indonesia mempunyai bentuk negara sebagai
republik. Hal ini didasarkan atas cara pemilihan presiden, bahkan bukan hanya
oleh majelis melainkan langsung dipilih oleh Rakyat.
Dalam UUD 1945 pasal 1
ayat 1 dinyatakan bahwa negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang bebentuk
Republik.
C. Bentuk-Bentuk Kenegaraan
Bentuk kenegaraan
adalah ikatan antarnegara yang gabungannya bukan merupakan suatu negara. Yang
termasuk bentuk-bentuk kenegaraan, antara lain sebagai berikut.
a. Dominion
Merupakan bentuk
kenegaraan yang tadinya adalah daerah jajahan Inggris yang telah merdeka dan
berdaulat, namun masih mengakui raja Inggris sebagai rajanya dan sebagai
lambang persatuan negara mereka. Negara dominion ini bergabung dalam The
British Commonwealth of Nations (negara persemakmuran). Kedudukan negara
dominion tetap sebagai negara merdeka, berhak menentukan dan mengurus politik
dalam dan luar negeri sendiri, serta berhak dengan bebas keluar dari ikatan
tersebut. Dominion-dominion Inggris tersebut antara lain Kanada, Australia,
Selandia Baru, Afrika Selatan, India dan Malaysia.
b. Protektorat
Yaitu negara yang
berada di bawah perlindungan (to protect) negara lain. Biasanya persoalan hubungan
luar negeri dan pertahanan dari negara protektorat diserahkan kepada negara
pelindung (suzerain). Negara protektorat biasanya bukan subjek dari hukum
internasional. Negara protektorat dipisahkan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut.
- Protektorat
kolonial, di mana biasanya urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan
sebagian urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara
pelindung. Negara seperti ini bukan subjek hukum internasional.
- Protektorat
internasional, negara ini termasuk subjek hukum internasional. Contoh :
Mesir merupakan protektorat dari Turki (1917), Zanzibar meupakan
protektorat dari Inggris (1890), dan Albania merupakan protektorat dari
Italia (1936).
c. Negara Uni
Uni merupakan gabungan
dua atau lebih negara merdeka dan berdaulat dengan satu kepala negara yang
sama. Terdapat tiga macam uni, yaitu sebagai berikut.
1)
Uni politik (polotical union) merupakan
negara yang dibentuk oleh negara-negara yang lebih kecil. Uni politik sering
juga disebut uni legislatif.dalam uni politik, masing-masing negara bergabung
dan membagi urusan pemerintahan serta politik bersama. Gabungan negara ini
diakui secara internasional sebagai kesatuan politik tunggal. Contoh : Uni
Emirat Arab, Inggris Raya, dan bekas negara Serbia-Montenegro.
2)
Uni personil (personal union) merupakan
gabungan antara dua negara dan memiliki raja yang sama.
Adapun
segala urusan dalam dan luar negeri diurus oleh masing-masing negara. Contoh :
Inggris dan Skotlandia tahun 1603-1707.
3)
Uni riil (real union) merupakan gabungan
antara dua negara atau lebih yang berdasarkan suatu traktat mengadakan ikatan
yang dikepalai oleh seorang raja dan membentuk alat perlengkapan uni guna
kepentingan bersama. Kepentingan bersama tersebut pada umumnya merupakan
persoalan-persoalan yang menyangkut politik luar negeri. Contoh : uni
Austria-Hongaria (1867-1918).
d. Mandat
Yaitu suatu negara yang
sebelumnya merupakan jajahan dari negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia I
dan berada dalam pengawasan Dewan Mandat Liga Bangsa-Bangsa. Contohnya adalah
Kamerun yang merupakan negara bekas jajahan Jerman dan menjadi mandat Perancis.
e. Trustee (Perwalian)
Yaitu wilayah jajahan
dari negara-negara yang kalah perang dalam Perang Dunia II dan berada di bawah
naungan Dewan Perwalian PBB serta negara yang menang perang. Contohnya adalah
Papua Nugini yang merupakan wilayah bekas jajahan Inggris yang berada dibawah
naungan PBB sampai tahun 1975.
f. Koloni
Yaitu suatu negara yang
pernah menjadi jajahan negara lain. Di negara koloni urusan politik, hukum, dan
pemerintahan dipegang oleh negara yang menjajahnya. Contohnya adalah Indonesia
yang dijajah (menjadi koloni Belanda selama 350 tahun).
Selain 6 bentuk
kenegaraan diatas, terdapat juga :
Serikat Negara
(Konfederasi)
Adalah perserikatan beberapa negara
yang merdeka dan berdaulat penuh baik ke dalam maupun ke luaar. Pada umumnya,
Konfederasi dibentuk berdasarkan perjanjian untuk mengadakan kerjasama dalam
bidang tertentu, misalnya penyelenggaraan politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan bersama. Konfederasi bukanlah merupakan negara dalam pengertian hokum
internasional, karena negara-negara anggotanya secara masing-masing tetap
mempertahankan kedudukannya secara internasional.
Bentuk
Pemerintahan Republik
Selain bentuk
pemerintahan monarki, yang secara jelas dicirikan oleh kepemimpinan raja,
terdapat pula bentuk pemerintahan yang lain.Bentuk pemerintahan tersebut adalah
Republik.Republik berasal dari kata res publika yang bermakna kepentingan umum.
Hal ini
karena pada awalnya,
bentuk pemerintahan republik diangankan sebagai suatu bentuk pemerintahan yang
dijalankan secara demikratis dengan memperhatikan kepentingan rakyat.tetapi,
dalam kenyataannya tidak demikian. Kadang kita mendapati pula suatu Negara
mengunakan bentuk pemerintahan Republik,tetapi kepala pemerintahannya bertindak
sewenang-wenang seolah dengan kekuasaan yang ada dalam genggamannya di dapat
melekukan segala keinginannya.
Dalam praktik, kita
dapat membedakan bentuk pemerintahan Republik antara republik apsolut dan
Republik konstitusional
1. Republik Absolut
Dalam Republik absolut,
pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan.penguasa
mengabaikan tatanan Republik dalan idialisasi,yang sesungguhnya mesti
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan sempit kekuasaan pribadi
pemimpin.untuk mengabsahkan ( melegitimasi ) kekuasaan yang
sewenang-wenang,kerap kali penguasa diktator mengunakan instrumen Hukum.
Maksutnya, Hukum dimanipulasi sedemikian rupa sehingga mendukung kekuasaannya
yang semena-mena. Misalnya, dibuat satu pasal dalam konstitusi yang menyatakan
bahwa didrinya adalah Presiden seumur hidup.tidak jarang pula tatanan politik
di gunakan sebagai alat kekuasaan.misalnya Partai Politik ada,tetepi partai
tersebut merupakan satu-satunya partai yang boleh berdiri dan di pimpin oleh
sang peguasa atau di gunakan sebagai penopang utama kekuasaannya.
Pemerintahan yang
absolut bersifat totaliter.maksudnya segalanya terpisat pada kekuasaan sang
pemimpin. Adapun tindakan dan ucapan sang pemimpin dapat digunakan sebagai
landasan untuk membenarkanKesewenangan.perbedaan, kebebasan, atau hak asasi
yang tidak diakui.yang ada hanyalah keseragaman, dan keseragaman tersebut di
tentukan oleh pengiasa.Tidak ada yang lebih benar daripada penguasa.penentangan
terhadap kekuasaan akan dimaknai sebagai penentangan terhadap negara.jadi,
musuh peguasa adalah musuh negara. Sebeb, tidak ada pembedaan antara lembaga
negara dan penguasa sebagai pribadi.
Perbedaan utama antara
Monarki absolut dan Republik apsolut terdapat pada kekuasaan yang di eariskan.
Dalam Monarki absolut kekuasaan Rajadiwarisi dari pendahuluannya sedabgkan
dalam Republik absolut kekuasaan dapat diperoleh melelui beragam cara.Ada
peguasa Republik yang meraih kekuasaan melaliu perebutan kekuasaan melelui
perebutan kekuasaan secara tidak sah ( kudeta ), adapula yang memperolehnya
memlalui pemilu yang curang. Tapi adapula penguasa negara Republik yang
mewariskan kekuasaannya kepada keturunannya atau orang kepercayaannya ( tanpa
melelui pemilu ) demi melanggengkan upaya memanfaatkan kekuasaan untuk
kepentingan sendiri.
2. Republik Konstitusional
Dalam Republik
Konstitusional, kekuasaan Kepala negara dan kepala pemerintahan tidak
diwariskan.Keduanya merupakan kedudukan politik yang dapat di perebutkan melalui
cara-cara yang di
tetapkan di dalam undang-undang dasar.Undang-undang Dasar menjadi landasan
utama segenap praktik kenegaraan.Undang-undang Dasar menjadi semacam kontrak
sosial antara rakyat dengan pemimpin.Didalamnya secara umum di atur bagaimana
kekuasaan dipisah/dibagi, bagaimana kekuasaan tersebut dijalankan, apasaja dan
kewajiban warga negara, dan aturan-aturan dasar lain dalam kehidupan
kenegaraan.
Kedaulatan tertinggi
berda di tangan Rakyat. Karena itu, pemimpin dipilih dan bertanggung jawab
kepada rakyat ( secara langsung atau tidak langsung ). Kekuasaan pemimpin tidak
bersifat mutlak. Dala hal ini aspek pertanggung jawaban publik merupakan hal
yang membedakan bentuk Republik konstitusional dengan yang absolut.apabila
pemimpin melakukan penyelewengan terhadap Undang-undang Dasar, terdapat suatu
mekanisme yang memungkinkan kontrol sekaligus pergantian kepemimpinan secara
prosedural.
Republik konstitusional
menjujung tinggi hukum dan kedaulatan rakyat.itu artinya,setiap warga negara
berkedudukan setara dihadapan Hukum.demikian pula, partisipasi politik bagi
warga negara terbuka asal sesuai dengan pereturan perundan-undangan.
Republik konstitusional
dapat memperaktekkan sistem pemerintahan Presidensial maupun parlementter dalam
Republik konstitusional yang menjalankan sistem presidensial, kekuasaan
pemerintahan dan kepela negara berada di tangan presiden.Sedangkan dalam
Republik parlementer, posisi kepala negara pemerintahan di jabat oleh orang
yang berbeda.perbedaan antara sistem presidensial dan parlementer telah di
uraikan dalan bahasa terdahulu.
SISTEM
PEMERINTAHAN
Pengertian
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan
adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai
dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1. Sistem Pemerintahan Presidensial
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
3. Sistem Pemerintahan Campuran
Sistem pemerintahan
mempunyai sistem yang tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun
di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah john menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut
maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti pengertian sistem
pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum
mayoritas maupun minoritas, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu john demokrasi
dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa
mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem
pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan
guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama john mencegah adanya
perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
1. Sistem Presidensial
Sistem presidensial
(presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem
pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan
terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan
presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
Presiden yang dipilih
rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang
terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap,
tidak bisa saling menjatuhkan. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki
posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif
seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada
mekanisme untuk
mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden
bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu,
biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut
oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara
Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri Sistem
Pemerintahan Presidensial
- Dikepalai
oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
- Kekuasaan
eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih
langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
- Presiden
memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan
non-departemen.
- Menteri-menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan
legislatif).
- Kekuasaan
eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan
eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
2. Sistem
parlementer
Parlemen
adalah sebuah badan legislatif khususnya di negara-negara sistem
pemerintahannya berdasarkan sistem Westminster dari Britania Raya. Nama ini
berasal dari bahasa Perancis yaitu parlement. Badan legislatif yang disebut
parlemen dilaksanakan oleh sebuah pemerintah dengan sistem parlementer dimana
eksekutif secara konstitusional bertanggungjawab kepada parlemen.
Hal ini dapat
dibandingkan dengan sistem presidensial dimana legislatif tidak dapat memilih
atau memecat kepala pemerintahan dan sebaliknya eksekutif tidak dapat
membubarkan parlemen. Beberapa negara mengembangkan sistem semipresidensial
yang menggabungkan seorang Presiden yang kuat dan seorang eksekutif yang
bertanggungjawab kepada parlemen.
Parlemen dapat terdiri
atas beberapa kamar atau majelis, dan biasanya berbentuk unikameral atau
bikameral meskipun terdapat beberapa model yang lebih rumit. Seorang Perdana
Menteri (PM) adalah hampir selalu seorang pemimpin partai yang memiliki posisi
mayoritas di majelis rendah pada parlemen, namun hanya menduduki jabatan
tersebut selama parlemen masih mempercayainya. Jika anggota majelis rendah
kehilangan kepercayaan dengan alasan apapun,
maka mereka dapat
mengajukan mosi tidak percaya dan memaksa PM untuk mengundurkan diri. Hal ini
dapat sangat berbahaya bagi kestabilan pemerintahan jika jumlah posisi suara
relatif seimbang.
Sistem parlementer
adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting
dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan
cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem
presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan
seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam
presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam
sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer
dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara
langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering
dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan
kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju
kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang
ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji,
dibanding dengan sistem presidensial, karena kefleksibilitasannya dan
tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke
pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan
Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang
jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan
adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan
sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang
presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan
keseimbangan dalam sistem ini.
Ciri pemerintahan
parlemen
- Dikepalai
oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden/raja.
- Kekuasaan
eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan undang-undang.
- Perdana
menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan
non-departemen.
- Menteri-menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan
eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Sistem pemerintahan
presidensial perbedaan nya dengan sistem parlementer
Ciri utama sebuah
Negara dengan sistem pemerintahan Presidensial seperti Indonesia adalah dimana
Presiden memiliki dua wajah, yaitu sebagai Kepala Negara dan juga sebagai
Kepala pemerintahan. Sistem Pemerintahan Presidensial adalah sistem
pemerintahan dimana Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara berada di tangan
Presiden. Ini berbeda dengan Sistem Pemerintahan Parlementer, dimana Kepala
Pemerintahan berada ditangan Perdana Menteri.
Mungkin terlebih dahulu
kita perlu membahas perbedaan antara Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan dan
Sistem Pemerintahan. Bentuk Negara adalah diskursus mengenai pola ikatan dasar
dari setiap elemen paling dasar yang membentuk sebuah Negara. Dalam pengertian
ini, bentuk Negara-negara di dunia dapat dibagi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
- Negara
Kesatuan, adalah Negara yang pola dasar pembentukannya langsung berasal
dari ikatan-ikatan antara rakyat dalam identitas individunya. Dalam Bentuk
Negara kesatuan, rakyat menjadi unsur pembentuk langsung tanpa ada
perantara antara rakyat dengan Negara. Negara diposisikan sebagai entitas
langsung yang lahir dari bagaimana rakyat mempersepsikan kehidupan
bersama. Artinya, Negara adalah persepsi pertama yang lahir dari rakyat
tentang system kehidupan bersama.
- Negara
Federal, adalah Negara yang pola dasar pembentukannya tidak langsung dari
rakyat sebagaimana dalam bentuk Negara kesatuan. Akan tetapi, Negara
federal adalah bentuk Negara yang lahir sebagai konsekuensi dari kebutuhan
eksistensial organisasi-organisasi kehidupan bersama yang dibentuk oleh
setiap individu sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa unsur pembentuk Negara
federal adalah entitas-entitas atau kelompok-kelompok masyarakat kecil.
Artinya, pada Negara federal, Rakyat tidak diposisikan sebagai unsur
pembentuk langsung, tetapi rakyat membentuk organisasi kehidupan bersama dalam
skala kecil, dan organisasi-organisasi ini kemudian membentuk sebuah
organisasi besar yang disebut Negara tanpa kehilangan identitasnya. Sudah
ada persepsi pertama yang lahir dari rakyat tentang kehidupan bersama
sebelum terbentuknya Negara federal. Maka dari itu, dalam bentuk Negara
federal, persepsi-persepsi yang berwujud organisasi-organisasi pembentuk
Negara tersebut tidak kehilangan identitasnya dan tetap memiliki kewenangannya.
Organisasi-organisasi kecil inilah yang disebut koloni atau Negara bagian
dalam bentuk Negara federal saat ini.
- Negara Konfederasi, adalah bentuk perkembangan selanjutnya dari bentuk Negara Federal. Negara ini dibentuk sebagai perserikatan antara Negara-negara atau gabungan beberapa Negara untuk membuat sebuah system kehidupan bersama yang lebih besar lagi. Unsur pembentuknya bukan lagi koloni atau kelompok-kelompok masyarakat akan tetapi Negara dalam pengertiannya yang harafiah. Dapat dikatakan bahwa Negara Konfederasi adalah Negara yang berbentuk Negara.
Dalam
hukum internasional, Negara konfederasi tidak diakui sebagai Negara berdaulat,
karena Negara-negara yang membentuknya telah memiliki kedudukan internasional
sebagai Negara berdaulat sebelumnya.
Bentuk Pemerintahan
adalah diskursus tentang unsur dasar kekuasaan dalam sebuah Negara. Dalam
diskursus ini, Negara berdasarkan Bentuk pemerintahannya dapat terbagi menjadi
2 (dua), yaitu Bentuk Pemerintahan Republik dan Bentuk Pemerintahan Monarki.
Jika kekuasaan tertinggi suatu masyarakat berada di tangan seseorang maka Bentuk
Pemerintahannya disebut Monarki dan jika kekuasaan itu berada di tangan
beberapa individu maka bentuk pemerintahannya disebut Republik.
Republik, adalah bentuk
pemerintahan yang unsur dasar kekuasaannya berasal dari rakyat. Dalam Negara
Republik, Rakyat adalah pemilik kewenangan dan kekuasaan yang kemudian
memberikan kewenangannya tersebut kepada Negara untuk menjalankan system
pemerintahan demi terwujudnya tujuan dan cita-cita pembentukan Negara.
Kelsen membagi Bentuk
Pemerintahan Republik menjadi dua yaitu Republik Demokrasi dan Republik
Aristokrasi. Tergantung dimana kekuasaan tersebut berada, apabila kekuasaan
tersebut beada pada sekelompok kecil rakyat maka disebut Republik Aristokrasi
dan apabila berada pada sebagia besar rakyat disebut Republik Demokrasi.
Sedangkan Monarki,
adalah bentuk pemerintahan yang unsur dasar kekuasaannya berasal dari Raja.
Nama lain dari Monarki adalah Kerajaan. Ada banyak pendapat mengenai asal-usul
kekuasaan raja, namun dalam perjalanan sejarahnya, Raja adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari budaya serta kepercayaan masyarakat. Raja mendapatkan
kekuasaannya ditengah masyarakat, karena Raja dianggap menduduki posisi yang
sakral dalam kebudayaan dan kepercayaan sebuah system masyarakat.
Pada zaman dahulu,
mungkin dapat dikatakan bahwa semua Negara Bentuk pemerintahannya adalah
Monarki. Sejarah mencatat bahwa Muhammad adalah manusia pertama di dunia ini
yang menerapkan system pemerintahan Republik di Madinah pada abad ke 6 Masehi
dengan menjadikan Piagam Madinah sebagai Konstitusi kenegaraan serta mulai
memberlakukan system Gubernur sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di
Daerah-daerah.
Revolusi pemikiran di
Eropa dan jaman Rennaisance telah menjadi momentum yang memutarbalikkan
filsafat dominan masyarakat eropa, bahkan sebagian besar masyarakat dunia.
Dalam konsep kenegaraan, sebagian besar masyarakat mulai melirik pada model
republik yang merupakan Bentuk Pemerintahan selain daripada Monarki. Akibat ini
juga membuat beberapa Negara Monarki yang tidak ingin melakukan perubahan
secara substansial harus melakukan modifikasi konsep Bentuk pemerintahannya
dari Monarki Absolut menjadi Monarki Konstitusional. Saat ini, tinggal Arab Saudi satu-satunya Negara
di dunia ini yang
masih berdiri dengan
Bentuk Pemerintahan Monarki Absolut, yang menempatkan titah raja sebagai hukum
tertinggi.
Sistem Pemerintahan
adalah kajian tentang pola dasar yang digunakan oleh Negara dalam menjalankan
pemerintahannya. Dalam kajian tentang Sistem Pemerintahan, ada dua sistem
pemerintahan yang kita kenal digunakan oleh Negara-negara di dunia, yaitu
Sistem Presidensial dan Sistem Parlementer.
Sebelumnya, kita
mungkin perlu membedakan antara terminologi Presiden sebagai jabatan dengan
terminologi Presiensial sebagai sistem. Presiden adalah nama jabatan bagi
kepala Negara pada negara dengan bentuk pemerintahan republik sebagai pembeda
dengan Raja sebagai kepala negara pada negara dengan bentuk pemerintahan
Monarki/Kerajaan. Sedangkan terminologi Presidensial adalah penamaan sebuah
sistem pemerintahan, yang dimana antara kepala negara dengan kepala
pemerintahan dipegang pada satu jabatan. Artinya, tidak semua negara yang
bentuk pemerintahannya Republik dengan kepala negara seorang Presiden, otomatis
sistem pemerintahannya Presidensial. Dalam beberapa kasus, misalnya pada Negara
Singapura, bentuk negaranya adalah Republik dimana kepala negaranya adalah
seorang Presiden, sedangkan sistem pemerintahannya adalah parlementer.
Terminologi Presiden tidak identik dengan sistem Presidensial, begitupun sistem
parlementer tidak identik dengan bentuk pemerintahan Monarki.
Sistem Presidensial
disebut juga sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana antara
Eksekutif dan Legislatif dalam sebuah Negara dipilih melalui pemilihan umum
yang terpisah. Sedangkan Sistem Parlementer adalah sistem pemerintahan yang
antara Legislatif dan Eksekutif tidak dipilih melalui pemilihan umum yang
terpisah, melainkan pemilihan umum hanya diselenggarakan untuk memilih
legislatif yang kemudian akan memilih Eksekutif. Menurut Thomas 0. Sargentich,
variabel pembeda antara sistem pemerintahan Presidensial dengan sistem
pemerintahan Parlementer terletak pada metodologi yang digunakan oleh sebuah
Negara dalam memilih dan memberhentikan kepala pemerintahan (eksekutif).
Konsekuensi
keterpisahan pemilihan umum dalam sistem Presidensial dan Parlementer kemudian
menyebabkan adanya pola pertanggungjawaban eksekutif yang berbeda diantara
kedua sistem tersebut. Dalam sistem Parlementer, Eksekutif bertanggungjawab
kepada Legislatif, sehingga Legislatif memiliki kewenangan untuk memberhentikan
Eksekutif secara langsung. Sedangkan dalam sistem Presidensial, ada
keterpisahan yang jelas dimana Eksekutif tidak bertanggungjawab langsung kepada
Legislatif, dan Legislatif tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan dan/atau
memberhentikan Eksekutif.
Dalam beberapa kondisi
tertentu – tentu saja kita tidak sedang berbicara tentang kondisi normal
pemerintahan – konteks penjatuhan eksekutif oleh legislatif dalam sistem
pemerintahan presidensial memang pernah terjadi. Contoh pada sistem
presidensial di Amerika Serikat, dimana Parlemen (House of Representative)
pernah meng-impeach dua
Presiden, yaitu Andrew
Johnson pada 24 February 1968 dan Bill Clinton pada tanggal 19 Desember 1998.
Namun hal ini, tentu saja bukan pada kondisi normal pemerintahan dalam sistem
presidensial. Namun, lebih kepada pilihan mekanisme penyelesaian persoalan
darurat dalam sebuah Negara.
Dalam sejarah
perkembangan sistem pemerintahan Negara, sistem presidensial adalah sistem pemerintahan
yang berkembang seiring dengan arah ideal konsep trias politica dimana pola
pembagian 3 (tiga) cabang kekuasaan utama – eksekutif, legislatif dan yudisial
– berjalan pada model Separation of Power. Sedangkan disisi lain, perkembangan
model sistem pemerintahan Parlementer adalah lahir sebagai bentuk modifikasi
sistem pemerintahan dimana pola pembagian kekuasaannya lebih kearah
Distribution Of Power.
Dari sini kita bisa
melihat bahwa perbedaan paling mendasar dari sistem Presidensial dengan sistem Parlementer
terletak pada model kepemimpinan, pola pembagian kekuasaan dan sistem
penjatuhan kepala pemerintahan.
Pada pola kepemimpinan,
jabatan sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensial
berada pada tangan presiden. Artinya, dalam sistem Presidensial, Presiden
adalah jabatan kepala Negara yang juga merangkap sebagai kepala pemerintahan.
Sedangkan dalam sistem Parlementer, kepala Negara adalah jabatan yang berbeda
dengan terpisah dengan kepala pemerintahan.
Keterpisahan posisi kepala
Negara dengan kepala pemerintahan dalam sistem parlementer adalah konsekuensi
logis dari penyatuan dua cabang kekuasaan, yaitu eksekutif dan legislatif pada
sistem pemerintahannya. Hal ini mengartikan bahwa dalam sistem pemerintahan
Parlementer, kepala Negara adalah representasi dari parlemen. Ini kemudian
menempatkan posisi kepala pemerintahan sebagai perpanjangan tangan parlemen
dalam pemerintahan.
Kita bisa melihat hal
ini dengan jelas pada Negara dengan bentuk pemerintahan Monarki dan sistem pemerintahan
parlementer seperti Inggris. Dimana kepala Negara adalah Raja, sedangkan kepala
pemerintahan ada di tangan Perdana Menteri. Sedangkan pada Negara dengan bentuk
pemerintahan Republik dan Sistem Pemerintahan Parelementer seperti Singapura,
Kepala Negara berada di datangan seorang Presiden, sedangkan Kepala
Pemerintahan berada di tangan seorang Perdana Menteri.
Menurut Rod Hague,
Sistem Pemerintahan Presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
- Presiden
dipilih oleh rakyat dan memimpin pemerintahan serta mengangkat
pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait;
- Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif) memiliki masa jabatan yang tetap dan tidak bisa saling menjatuhkan;
- Tidak
ada status yang tumpang tindih antara eksekutif dan legislatif;
Dari sini kita bisa
melihat bahwa Separation Of Power adalah prinsip utama dalam sistem
pemerintahan Presidensial dan ini dapat juga dikatakan sebagai pembeda utama
yang membedakannya dengan sistem Parlementer.
Posisi Presiden sebagai
sentrum pemerintahan dalam sistem Presidensial memang memiliki konsekuensi yang
sangat besar dengan besarnya kewenangan Presiden serta mandirinya kewenangan
tersebut dari himpitan kewenangan legislatif. Dalam sistem pemerintahan
Presidensial, Presiden sebagai kepala pemerintahan tidak bertanggungjawab
kepada Legislatif, melainkan langsung secara moral kepada rakyat. Konsekuensi
politik berupa peluang terpilih kembali dalam pemilihan umum selanjutnya
sepertinya satu-satunya harapan bagi rakyat untuk mendapatkan jaminan pelaksanaan
pemerintahan yang baik oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam sebuah
negara.
Memang merupakan sebuah
dilema, bahwa mandirinya kewenangan Presiden dari Legislatif dalam sistem
Presidensial akan membuat peluang munculnya abuse of power semakin besar.
Mungkin pertimbangan stabilitas politik dan pemerintahan menjadi alasan dibalik
kemandirian kewenangan ini. Karena, disatu sisi bahwa mudahnya sebuah
pemerintahan (eksekutif) untuk diberhentikan oleh parlemen hanya dengan
mengeluarkan mosi tidak percaya membuat sistem pemerintahan Parlementer semakin
menjauh dari pemaknaan stabilitas pemerintahan dalam sebuah negara.
Hal ini membuat
beberapa negara mencoba menerapkan sebuah sistem kombinasi yang
mengkombinasikan antara Sistem Presidensial dan Sistem Parlementer. Hasil
kombinasi diantara keduanya dikenal dengan sistem Semi Presidensial, seperti
pada Sistem Pemerintahan yang diterapkan Perancis saat ini.
Dalam Sistem
Pemerintahan Semi Presidensial, Presiden hanya berposisi sebagai Kepala Negara
sedangkan Kepala Pemerintahan berada di tangan Perdana Menteri seperti Sistem
Parlementer. Namun, kewenangan Presiden sebagai kepala negara sama dengan
kewenangan Presiden dalam Sistem Presidensial, hal ini berbeda dengan posisi
Presiden sebagai kepala negara dalam Sistem Parlementer dimana kepala negara
hanya berposisi sebagai simbol seremonial. Presiden melaksanakan kekuasaan
bersama-sama dengan Perdana Menteri.
Konsekuensi dari
penerapan Sistem Semi Presidensial ini adalah adanya dua eksekutif dalam satu
sistem pemerintahan. Tentu saja, peluang terjadinya benturan kewenangan antara
eksekutif dan legislatif semakin besar.
3. Sejarah Sistem Pemerintahan Campuran (Hybrid
system)
Berbicara
mengenai sejarah sistem campuran, maka tidak akan lepas dari kajian mengenai perkembangan
ketatanegaraan Prancis. Sistem pemerintahan campuran merupakan titik balik dari
pelaksanaan Konstitusi Republik Ke-empat.
Di bawah naungan aturan
tertinggi tersebut, Prancis tidak mampu membendung permasalahan disintegrasi
daerah-daerah koloninya.
Konflik puncak
perpecahan negara-negara koloni Prancis terjadi pada 13 Mei 1958. Pada hari itu
Tentara Aljazair menyatakan kemerdekaannya dari kolonial Prancis melalui
penguasaan gedung pemerintahan Prancis di Aljazair. Hal itu telah menunjukkan semakin
lemahnya kekuataan pemerintahan Prancis di mata koloni-koloninya.
Jenderal Prancis,
Charles Andre Joseph Marie de Gaulle menganggap bahwa hal itu disebabkan
kesalahan para politikus. Ia beranggapan bahwa sistim multipartai yang berlaku
di Prancis menjadi penyebab lemahnya kewibawaan pemerintah. Melihat kondisi
yang semakin parah tersebut, Majelis Nasional (National Assembly) menunjuk
Charles de Gaulle sebagai Perdana Menteri pada 1 Juni 1958. Penunjukkan
tersebut menugaskan Charles de Gaulle untuk membentuk konstitusi baru dengan
kekuasaan darurat selama 6 (enam) bulan. Secara politik, sosok de Gaulle
diperlukan untuk menyatukan perpecahan yang terjadi di Prancis, Robert Elgie
menyebutnya sebagai pimpinan kharismatik.
Konstitusi baru
tersebut akhirnya didukung mayoritas rakyat
melalui referendum dengan 79,2% suara pada 28 September 1958. Dari
dukungan tersebut resmilah terbentuk Republik Ke-lima Prancis dengan bentuk
baru sistim bernegara. Koloni-koloni menjadi bagian resmi negara kesatuan
Prancis, termasuk juga Aljazair.
Ciri pokok konstitusi
baru tersebut sesuai dengan keinginan de Gaulle, menjadikan Presiden sebagai
pusat kekuasaan. Menurut Vicky C Jackson ciri pokok pemerintahan baru terletak
dari pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung, presiden berkuasa
mengangkat perdana menteri dan anggota kabinetnya, anggota kabinet menteri
tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota parlemen, serta presiden diberi
kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan strategis yang memiliki kekuataan hukum
mengikat, dan pemerintahan diberikan kekuasaan strategis untuk mengawasi
jalannya kegiatan parlemen.
Pemilihan umum parlemen
pertama di bawah aturan Konstitusi Republik Ke-lima berlangsung pada November
1958. Pada bulan Desember 1958, de Gaulle terpilih sebagai Presiden melalui
electoral college dengan 78 % suara, kemudian dilantik pada Januari 1959. Oleh
karena itu de Gaulle disebut juga sebagai pendiri Republik Ke-lima yang
membentuk pertama kali sistim pemerintahan yang dinyatakan oleh pakar sebagai
sistim campuran.
Bentuk sistim campuran
Prancis juga diterapkan pada negara-negara bekas koloninya, seperti Cote
D’Ivoire, Gabon, Mali dan Senegal, serta beberapa negara-negara di Eropa Timur,
seperti; Polandia dan Bulgaria. Polandia memiliki sistim campuran yang elemen-elemen
pemerintahannya sama dengan sistim hybrid Prancis. Portugal juga menganut mixed
system yang juga mempengaruhi negara-negara bekas koloninya, seperti Mozambik
dan Angola.
Indonesia menurut
Jimly, sebagaimana disebutkan diatas, juga pernah menganut sistim pemerintahan
campuran. Pembentukan kabinet Parlementer pertama dibawah pimpinan Perdana
Menteri Sutan Syahrir pada 14 November 1945 menunjukkan pelaksanaan sistim
pemerintahan hybrid. Dikarenakan UUD 1945 tidak menyebutkan adanya Perdana Menteri
dalam konsep pemerintahan. Sistim pemerintahan campuran tersebut terus bertahan
pada masa pemberlakuan UUD RIS Tahun 1949 dan UUDS tahun 1950, bahkan ketika
kembali kepada UUD 1945 melalui dekrit 5 Juli 1959.
I. Secara teori,
berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil.
Namun dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan
parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga
secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan i
Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan
antara sistem pemerintahan presidensiil dengan sistem pemerintahan parlementer.
Apalagi bila dirunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali
perubahan sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet
parlementer pada tahun 1945 - 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 -
1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun
1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan
demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966,
Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin. Perubahan
dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena
terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD
1945 diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002.
Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan sebelum terjadi amandemen dan
setelah terjadi amandemen pada UUD 1945 :
Sebelum terjadi
amandemen :
·
MPR menerima kekuasaan tertinggi dari
rakyat
· Presiden sebagai kepala penyelenggara
pemerintahan
· DPR berperan sebagai pembuat Undang –
Undang
· BPK berperan sebagai badan pengaudit
keuangan
· DPA berfungsi sebagai pemberi
saran/pertimbangan kepada presiden / pemerintahan
· MA
berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki aturan yang diterbitkan
pemerintah.
Setelah terjadi
amandemen :
- Kekuasaan
legislatif lebih dominan
- Presiden
tidak dapat membubarkan DPR
- Rakyat
memilih secara langsung presiden dan wakil presiden
- MPR
tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
- Anggota
MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota DPD yang dipilih
secar langsung oleh rakyat
Dalam sistem
pemerintahaan presidensiil yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap
kebijaksanaan politik kurang menjadi perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat
terhadap pemerintahan juga kura begitu berpengaruh karena pada dasarnya terjadi
kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di
tangan presiden. Selain itu, terlalu sering terjadi pergantian pejabat di
kabinet karena presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan itu.
HAK
DAN KEWAJIBAN
- Pengertian Hak,
Kewajiban, Dan Warga Negara
Hak adalah segala
sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu sebagai anggota
warga negara sejak masih berada dalam kandungan . Hak pada umumnya didapat
dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas kewajiban .
Contoh Hak Warga Negara
Indonesia ;
- Setiap
warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
- Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
- Setiap
warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam
pemerintahan.
- Setiap
warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan
kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
- Setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
- Setiap
warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau NKRI
dari serangan musuh.
- Setiap
warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang
berlaku.
Kewajiban adalah segala
sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan / kewajiban untuk dilaksanakan
oleh individu sebagai anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas
untuk didapat . Kewajiban pada umumnya mengarah pada suatu keharusan /
kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna
mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut .
Contoh Kewajiban Warga
Negara Indonesia ;
- Setiap
warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
- Setiap
warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
- Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
- Setiap
warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum
yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
- Setiap
warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa
agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
Kewajiban warga negara
berdasarkan UUD 1945 :
- Membayar
pajak.
- Membela
pertahanan dan keamanan.
- Menghormati
hak asasi.
- Menjunjung
hukum dan pemerintahan.
- Ikut
serta membela negara.
- Tunduk
pada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.
- Wajib
mengikuti pendidikan dasar.
Berikut adalah isi dari
pasal yang menyatakan HAK dan KEWAJIBAN warga Negara dalam UUD 1945 ;
- Pasal
26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara pada ayat 2, syarat
–syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.
- Pasal
27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya didalam hukum
dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Pasal
28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-undang.
- Pasal
30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur
dengan UU.
Warga Negara adalah
penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan
mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk menurut Kansil
adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh
peraturan
negara yang
bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam
wilayah negara itu.
Pengertian warga negara
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah sebuah penduduk sebuah
negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya,
yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sedangkan menurut Dr. A.S. Hikam (2000), adalah anggota dari sebuah komunitas
yang membentuk itu sendiri.
Beberapa pengertian
tentang warganegara juga diatur oleh UUD 1945, pasal 26 menyatakan : “ warga
negara adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang
sebagai warga negara”.
Pasal 1 UU No. 22/1958, dan UU Np. 12/2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan
bahwa warga negara RI adalah orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau
perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara RI.
Warga negara dari suatu
negara merupakan pendukung dan penanggung jawab kemajuan dan kemunduran suatu
negara. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara
haruslah ditentukan oleh UU yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara
menentukan siapa yang menjadi warga negara, maka negara harus mengakui bahwa
setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana diatur pasal 28 E
ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam
wilayah negara dapat diklasifikasikian menjadi :
- Warga
negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
- Penduduk,
yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara
sesuai dengan visa (surat ijin untuk memasuki suatu negara dan tinggal
sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang
diberikan negara melalui kantor imigrasi
Adapun untuk menentukan
siapa-siapa yang menjadi warga negara, digunakan 2 kriterium.
1. Kriterium
kelahiran
Berdasarkan kriterium
ini, masih dibedakan lagi menjadi 2, yaitu:
- Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut pula Ius Sanguinis. Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganegaraan suatu negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, di manapun ia dilahirkan
- Kriterium
kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau Ius Soli. Di dalam asas ini,
seseorang memperoleh kewarganeraannya berdasarkan negara tempat di mana
dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negara dari negara
tersebut.
Kedua prinsip
kewarganegaraan ini digunakan secara bersama dengan mengutamakan salah satu,
tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara Ius Soli dan Ius Sanguinis
akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan rangkap (bi-patride) atau tidak
mempunya kewarganegaraan sama sekali (a-patride). Berhubungan dengan itu, maka
untuk menentukan kewarga negaraan seseorang digunakan 2 stelsel kewarganegaraan
(di samping kedua asas di atas), yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif.
Pelaksanaan kedua
stelselo ini kita bedakan dalam:
- Hak
Opsi, ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel
aktif);
- Hak
Reputasi, ialah hak untuk menolak kewarganegaraan (pelaksana stelsel
pasif).
2. Naturalisasi
atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang
menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganeraan
negara lain
2. HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA/ PEMERINTAH
Hak dan kewajiban
negara adalah menggambarkan apa yang seharusnya diterima dan dilakukan oleh
negara atau pemerintah dalam melindungi dan menjamin kelangsungan kehidupan
negara serta terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945.
1. Hak negara atau pemerintah adalah
meliputi :
a. Menciptakan peraturan dan UU untuk
ketertiban dan keamanan.
b. Melakukan monopoli sumber daya yang
menguasai hajat hidup orang banyak.
c. Memaksa warga negara taat akan hukum yang
berlaku.
2. Kewajiban negara berdasarkan UUD 1945 :
- Melindungi
wilayah dan warga negara.
- Memajukan
kesejahteraan umum.
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
- Menjamin
kemerdekaan penduduk memeluk agama.
- Membiayai
pendidikan dasar.
- Menyelenggarakan
sistem pendidikan nasional.
- Memprioritaskan
anggaran pendidikan minimal 20 % dari anggaran belanja negara dan belanja
daerah.
- Memajukan
pendidikan dan kebudayaan.
- Mengembangkan
sistem jaminan sosial.
- Menghormati
dan memelihara bahasa daerah sebagai kebudayaan nasional.
- Menguasai
cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hidup orang
banyak.
- Menguasai
bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat.
- Memelihara
fakir miskin.
- Mengembangkan
sistem jaminan sosial
3. PASAL 27 AYAT 2 UUD 1945 DAN HUBUNGAN DENGAN
WARGA NEGARA
Pasal
27 ayat 2 UUD 1945 berbunyi “ Tiap - tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “ . Pasal tersebut menjelaskan
bahwa setiap individu sebagai anggota warga negara berhak untuk mendapatkan
pekerjaan serta kehidupan yang layak dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa
, dan bernegara .
Lapangan pekerjaan
merupakan sarana yang dibutuhkan guna menghasilkan pendapatan yang akan
digunakan dalam pemenuhan kehidupan yang layak . Penghidupan yang layak
diartikan sebagai kemampuan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar , seperti
: pangan , sandang , dan papan .
Pada era globalisasi
ini sering terlihat tingginya angka akan tuntutan hak tanpa diimbangi dengan
kewajiban . Disisi lain , masih terdapat pula hak yang kian tak bersambut
dengan kewajiban yang telah dilakukan . Kedua hal tersebut merupakan pemicu
terjadinya ketimpangan antara hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak dengan kewajiban yang tak kunjung dilaksanakan .
Tingginya angka akan
tuntutan hak tanpa diimbangi dengan kewajiban , pada umumnya disebabkan oleh
adanya sifat malas dan kurangnya kemampuan dalam suatu bidang pekerjaan . Sifat
malas tersebut dapat menghambat individu sebagai tenaga kerja untuk menjadi
lebih produktif dan inovatif yang menyebabkan tertundanya penghidupan yang
layak , sedangkan kurangnya kemampuan memicu pola pikir individu menjadi
pesimistis yang menyebabkan individu tidak dapat bergerak kearah tingkat
kehidupan yang lebih layak .
Hak yang tak kunjung
bersambut atas pelaksanaan kewajiban yang telah dilakukan , pada umumnya
disebabkan oleh kurangnya perhatian baik dari pihak pemerintah maupun swasta
atas upah yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kewajiban yang telah dilakukan .
Hal tersebut , dapat
memicu gejolak masyarakat atas terjadinya ketimpangan akan hak dengan kewajiban
. Gejolak masyarakat timbul akibat adanya rasa ketidakpuasan terhadap
ketimpangan tersebut yang menyebabkan timbulnya
berbagai demo hingga mogok kerja . Fenomena tersebut merupakan hal yang
seharusnya tidak perlu dijumpai dalam kehidupan kewarganegaraan .
4. PELAKSANAAN PASAL 27 AYAT 2 UUD 1945
Pasal
27 ayat 2 UUD 1945 “ Tiap - tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “ . Bunyi ayat pasal tersebut secara
teori telah dijelaskan dalam UUD 1945 , namun secara praktik belum dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan akan pasal tersebut telah dilaksanakan dengan baik
. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya tingkat pengangguran dan warga
negara dengan tingkat kehidupan yang kurang layak . Pengangguran dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal , terutama tingkat pendidikan dan kemampuan
. Hal tersebut merupakan pemicu terbesar dari tingginya tingkat pengangguran .
Tingginya angka tingkat pengangguran menyebabkan terjadinya ketidakefisienan
terhadap kegiatan produksi yang mengakibatkan semakin jauhnya tingkat kehidupan
yang layak bagi warga negara .
Disisi lain , tingkat
kehidupan yang kurang layak dapat disebabkan oleh sifat malas dari warga negara
tersebut yang tidak ingin mencoba merubah tingkat kehidupannya ke arah yang
lebih baik dari sebelumnya . Pada umumnya , warga negara demikian terfokus
untuk menunggu uluran tangan dari individu lain maupun pemerintah , tanpa
melakukan suatu usaha sebagai kewajiban untuk memenuhi hak penghidupan yang
layak .
Hak
dan Kewajiban WNI yang dicantumkan dalam UUD 1945
1. Wujud
Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai
dengan pasal 34 UUD 1945.
a.
Hak Warga Negara Indonesia :
- Hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
- Hak
untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
- Hak
untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
- Hak
atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
- Hak
untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia. (pasal 28C ayat 1)
- Hak
untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
- Hak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
- Hak
untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I
ayat 1).
b. Kewajiban Warga Negara Indonesia :
- Wajib
menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
- Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
- Wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap
orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
Wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2
menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
· Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Pandangan
Idiologis Atas Hak dan Kewajiban Warga Negara
Idiologi Negara
Republik Indonesia
Berdasarkan pertanyaan
diatas tentu sebuah hak dan kewajiban warga negara tidak lepas dari idiologi
yang dianut oleh sistem kenegaraan. Landasan utama bangsa indonesia adalah
Pancasila. Tentu saja Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia dalam
bertingkah laku, termsuk segala mekanisme pemerintahan pemerintahan.
Pancasila, menurut
Soekarno (2006) sebagai penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu
mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak terlepas pada revolusi melawan
imperialisme di bumi nusantara untuk menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai
filsafat cita-cita dan harapan segenap bagsa Indonesia. Bahkan pada sila ke
tiga disebutkan “ Persatuan Indonesia “. Hal inilah yang menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia memiliki semangat bersatu dari beragam suku bangsa yang
berbeda. Perbedaan itu lenyap ketika mereka menyadari arti persamaan sebagai
bangsa Indonesia.
Terlebih semangat
persatuan bangsa Indonesia telah dikumandangkangkan pada sumpah pemuda. Para
pemuda bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan menjunjung bahasa
persatuan.
Bukti-bukti yang telah
diuraikan ini menunjukan negara Indonesia didirikan atas pondasi persatuan.
Negara yang terdiri dari beragam identitas mampu disatukan atas nama
persatruan. Dengan demikian bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle
(Syahrian:2003) bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara
nasionalis.
Kewajiban Nasionalisme
Menurut Gentle melalui
idealisme murni yang terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya individu
memiliki kehendak atau ego. Pada tataran subjektif individu mengenal hubungan
antara manusia yang satu dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan roh
objektif, maka terciptalah komunitas. Melalui komunitas beragam ego individu
melebur menjadi sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah yang disebut
kesadaran mutlak individu.
Didasarkan tujuan
kehidupan bersama dibentuklah negara. Beragam kepentingan individu dengan
meninjau pada teori Gentle, tentu melebur menjadi kepentingan bersama. Negara
tidak mungkin memberikan kepuasan atas setiap kepentingn individu dan beragam
kehendak yang saling bersebragan. Maka demi tujuan utama dibentuknya suatu
negara harus terdapat otoritas negara menentukan pilihan atas beragam
kehendak.Dan melalui negara kepentingan-kepentingan individu telah melebur
menjadi kepentingan bersama.
Negara ibarat masa
depan nasib bersama. Kepentingan individu adalah kepentingan egois yang menitik
beratkan pada kebutuhan pribadi. Tidak mungkin tanpa ototritas yag kuat sebuah
negara mampu mnetukan pilihan yang terbaik bagi masa depan suatu bangsa.
Bila masih terdapat
kepentingan-kepentingan egoisme tentu pembelotan dari tujuan dibentuknya
negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat persamaan persepsi atas
seluruh warga negara. Warga negara harus rela memberikan loyalitasnya kepada
negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara memiliki nilai-nilai kearifan
sebagai pelayan, pelindung dan pengayom bangsanya.
Permasalah Kebebasan
Gagasan yang telah
disampaikan oleh Lipman (1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah ini dari
pembahasan kebijakan. Hal ini menandakan era keterbukaan. Keberadaan opini
publik berfungsi sebagi beragam pihak untuk ikut serta dalam proses pengambilan
keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam pihak mampu mempengaruhi
pemerintahan. Melalui ruang publik seseorang maupun kelompok memiliki kekuasaan
di luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan negara.
Bentuk-bentuk lain
keberadaan pihak diluar wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah para
borjuis. Melalui ruang publik maupun beragam proses kekuasaan, kapitalis mampu
mempegaruhi keberadaan para pejabat untuk berkonspirasi mencari keuntungan.
Proses pemerintahan
yang tidak sehat dan dianggap sebagai rahasia umum ini menunjukkan kuatnya
aktor-aktor yang non legitimasi untuk bergentayangan mendominasi sebagai
tuan-tuan kelompok penekan.(Westergard dan Resler, 1976).
Walaupun tidak dapat
disangkal bahwa kapitalis atau pasar sebagai faktor signifikan mempengaruhi
kebijakan, akan tetapi perlu terdapat pembatasan yang jelas antara kepentingan
perseorangan sebagai saudagar dan pelaku birokrat.
Permasalahan mendasar
pada negara yang memberikan era keterbukaan ini mewariskan permasalahan
mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai kapitalis. Hal yang
banyak terjadi, keberadaan pejabat maupun birokrat tidak lepas dari modal awal
untuk memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan. Konsekuensi yang
terjadi persepsi tugas kepercayaan negara sebagai harapan masa depan bangsa,
menjadi kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada posisi inilah
terjadi tumpang tindih antara identitas birokrat dengan pedagang.
Solusi yang diberikan
pada kasus ini adalah profesionalisme status. Tidak dibenarkan adanya kekuasaan
yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal yang telah disampaikan oleh
negarawan Jerman Adolf Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf; seseorang yang
terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini menafsirkan bahwa keberadaan
aktor-aktor yang memiliki kekuasan menjadikan permasalahan baru. Aktor-aktor
tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat. Idealisme para birokrat
tercemari oleh proses yang legal maupun ilegal.
Wabah kapitalis terjadi
melalui beragam aktifitas kebebasan beragam pihak melalui ruang publik. Maka
tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan provokasi yang berlanjut
kepada distabilitas dan intgrasi. Hal lain yang terjadi dari kebebasan tersebut
adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi dalam beragam kalangan;
baik kapitalis NGO, CSO dan birokratis terjadi persaingan dalam rangka kepentingan
pribadi atau kelompok.
Akibat dari sistem yang
terjaga ini menjadikan rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan negara sebagai
lembaga yang menaungi rakyat menjadi ajang persaingan kepentingan. Tentu
berakibat pada lepasnya kewajiban sebagai warga negara yang baik, yang
memberikan pengabdiannya kepada negara.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar