Jumat, 19 Juni 2015

SOFTSKILL " PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN "

NAMA                        :  ELLSA ASTARI MAIZA
KELAS                        : 2EA24
NPM                            : 12213870
MATA KULIAH         : SOFTSKILL "PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN "





Tentang          :  1. Warga Negara
                                       2. Bentuk Pemerintahan
                                       3. Sistem Pemerintahan
                                       4. Hak dan Kewajiban









WARGA NEGARA

A.    Pengertian Warga Negara
Warga negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Sementara itu, AS Hikam dalam Ghazalli (2004) mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
Pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:
  1. Warga Negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga negara.
  2. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.

Dari sudut hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara
mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.

B.  Penentuan Warga Negara Indonesia
Siapa saja yang dapat menjadi warga negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran, asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan dan Asas kewarganegaraan berdasarkan naturalisasi.
a)  Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis. 
Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau keibubapakan.
Sebagai contoh, jika sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di negara tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu, Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.
1.  Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan sendirinya juga warga negara Indonesia. Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan China.

Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain:
1)    Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
2)    Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
3)    Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme;
4)    Bagi negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu  tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
2.    Asas Ius Soli
Pada awalnya, asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut. Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya).
Jika tetap menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarga-negaraan bapaknya.
b)   Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga

dapat dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua buah asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
1.      Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga. Menurut asas kesatuan hukum, sang istri akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang masih mengikuti asas ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani, Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa. Proses ini akan dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan kewarganegaraan suami. Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang dilahirkan dari perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat mendidik anak-anaknya menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang ayah anak-anak.
2.      Asas Persamaan Derajat
Dalam asas persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman, Israel, Swedia, Birma dan lainnya. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan istrinya.
c)        Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara.

Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
Perolehan Kewarganegaraan Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia, pemerintah mengatur dalam Undang-undang. Hal ini diatur sedemikian rupa, sehingga mampu mengantisipasi berbagai permasalahan baik sosial maupun permasalahan hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang menyangkut status warga negara dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar negara. Sebagai contoh, kehadiran beberapa artis muda di Indonesia yang berasal dari negara lain, saat ini tengah berurusan dengan pihak imigrasi karena visa dan status kewarganegaraan mereka. Terkait dengan kejahatan, berbagai kasus penyebaran narkoba oleh warga negara kulit hitam di Indonesia melibatkan jaringan internasional. Dengan pengaturan status kewarganegaraan, pihak kepolisian memiliki bukti yang kuat untuk mencekal maupun menangkap dan mengembalikannya ke negara asalnya.
Dalam penjelasan umum Undang-undang No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1)      Karena kelahiran;
2)      Karena pengangkatan;
3)      Karena dikabulkannya permohonan;
4)      Karena pewarganegaraan;
5)      Karena perkawinan
6)      Karena turut ayah dan atau ibu;
7)      Karena pernyataan.

C.      Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya, hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya.
Sebagai warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi.
a)      Hak dan Kewajiban dalam Bidang Politik
Pasal 27 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di

dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu:
·         Hak untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
·         Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan.
Pasal 28 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti pesannya adalah:
- Hak berserikat dan berkumpul.
- Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat).
- Kewajiban untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-  
   aturan lainnya, di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai
  azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain
  bebas harus pula bertanggung jawab dan sebagainya).

b)      Hak dan Kewajiban dalam Bidang Sosial Budaya
Pasal 31 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti pesan yang terkandung adalah:
  • Hak memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun kejuruan.
·         Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.
·         Kewajiban mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
·         Kewajiban memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
·         Kewajiban ikut menanggung biaya pendidikan.

·         Kewajiban memelihara kebudayaan nasional dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
·         Hak untuk mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di samping kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
·         Kewajiban untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c)      Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30 menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.
d)     Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”.
Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pasal 34 menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Arti pesannya adalah:
·         Hak memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat.
·         Hak dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
·         Kewajiban bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam.
·         Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain.
·         Kewajiban membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan Anda sebagai warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu, setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya.

Karakteristik adalah sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia, sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga negara.
Sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah memiliki rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, melakukan diskusi dan dialog, bersikap Terbuka, rasional, adil, dan jujur.

Syarat Menjadi Warga Indonesia
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah :

1.      Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.
2.      Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3.      Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4.      Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5.      Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6.      Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7.      Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8.      Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9.      Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10.  Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11.  Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12.  Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.







BENTUK PEMERINTAHAN
Bentuk Pemerintahan adalah suatu sistem yang mengatur alat-alat perlengkapan Negara dan hubungan antar alat-alat perlengkapan itu.Teori-teori klasik tentang bentuk pemerintahan pada umumnya masih menggabungkan bentuk Negara dan bentuk Pemerintahan.hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit yang menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan.Padmo Wahyono juga berpendapat behwa bentuk Negara aristrokrasi dan demokrasi adalah bentuk Pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern. Dalam teori Klasik, bentuk pemerintahan dapat dibedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.

A.   Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Pada masa yunani kuno hanya dikenal adanya 3 bentuk pokok dari negara. Pada waktu itu pengertian dari negara, pemerintahan dan masyarakat masih belum dibedakan. Hal ini disebabkan karena susunan negara masih sangat sederhana, bila dibandingkan dengan pengertian negara pada zaman sekarang. Luas negara pada zaman Yunani kuno hanya sebesar kota, yang pada hakikatnya hanya merupakan negara-kota saja. Negara-kota ini dikenal dengan istilah “polis”. Selain itu sifat dari urusan negara masih sangat sederhana sekali. Dalam pandangan masyarakat dan para ahli negara belum ada perbedaan antara pengertian negara, pengertian masyarakat dan pengertian pemerintah.
Adapun tiga bentuk pokok daripada negara pada masa yunani kuno tersebut ialah : Monarchi, Oligarchi dan Demokrasi. Untuk membedakan pengertian dari ketiga bentuk negara diatas adalah jumlah dari pemegang kekuasaan.
Jika yang memegang kekuasaan itu hanya satu orang, maka bentuk negaranya dapat dipastikan Monarchi (diambil dari bahasa yunani “monos” yang berarti “satu: dan “archien” yang berarti memerintah). Sedangkan jika yang memegang kekuasaan adalah beberapa orang maka beentuk negaranya adalah Oligarchi (diambil dari bahasa Yunani yaitu  “oligai” yang berarti beberapa dan “archien” yang berarti memerintah). Sedangkan jjika pemegang kekuasaan itu adalah rakyat, maka bentuk negaranya disebut Demokrasi (diambil dari bahasa yunani “demos” yang berati rakyat).
B.  Bentuk Negara        
Terdapat banyak pendapat mengenai bentuk negara, namun berdasarkan pendapat yang berlaku umum dan teori modern, bentuk negara saat ini dibedakan menjadi dua yaitu negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federasi).

a.  Negara Kesatuan
Negara kesatuan merupakan negara yang bersusun tunggal, artinya hanya ada satu pemerintahan pusat yang memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh daerah dan tidak ada negara – negara bagian ataupun daerah yang bersifat negara. Pemerintah menduduki tingkat tertinggi dan dapat memutuskan segala sesuatu yang terjadi dalam negara. Negara kesatuan disebut juga sebagai negara bersusunan tunggal sehingga hanya ada satu kepala negara, satu undang-undang dasar, satu kepala pemerintahan, dan satu parlemen yang mewakili seluruh rakyat.

Adapun penyelenggaraan negara kesatuan dapat dilakukan melalui dua cara sebagai berikut.
1)      Sistem Sentralisasi
Dalam sistem ini, segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah tinggal melaksanakan.
2)      Sistem Desentralisasi
Dalam sistem ini, daerah diberi kesempatan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, yang berarti bahwa daerah memiliki hak otonomi untuk menyelenggarakan kekuasaan.

Ciri-ciri negara kesatuan adalah sebagai berikut :
1)      Negara hanya memiliki satu undang-undang dasar, satu satu kepala negara, satu dewan menteri, dan satu Dewan Perwakilan Rakyat.
2)   Hanya terdapat satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
3)   Kedaulatan negara meliputi kedaulatan ke dalam dan ke luar yang ditangani pemerintah pusat.
Contoh negara yang berbentuk kesatuan adalah Indonesia, Jepang, Italia, Filipina, dan Belanda.

b.  Negara Serikat
Negara serikat atau sering juga disebut negara federasi merupakan negara yang bersusunan jamak, yaitu terdiri dari beberapa negara yang disebut negara bagian. Tiap-tiap negara bagian memiliki kedaulatan dan merupakan negara yang merdeka. Mereka bergabung membentuk

negara serikat dengan pemerintahan tersendiri yang disebut pemerintahan federal sehingga dalam negara serikat terdapat dua pemerintahan, yaitu pemerintahan negara bagian dan pemerintahan negara federal. Perlu untuk dipahami bahwa hubungan antara negara bagian dan negara federal adalah independen, yaitu merdeka dan tidak dibawah kekuasaan dengan sifat hubungan koordinatif.
Ciri-ciri negara serikat adalah sebagai berikut.
1)      Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan dari negara-negara bagian untuk urusan ke luar dan sebagian ke dalam.
2)      Setiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, akan tetapi kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian.
3)      Kepala negara memiliki hak veto atau pembatalan keputusan yang diajukan oleh parlemen.
4)      Setiap negara bagian memiliki wewenang untuk membuat undang-undang dasar sendiri selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat.
Pada negara serikat terjadi penyerahan kekuasaan dari negara bagian kepada negara serikat yang disebut dengan istilah limitatif (sebuah demi sebuah). Kekuasaan asli dalam negara serikat tetap ada pada negara bagian karena negara bagian memilikihubungan langsung dengan rakyatnya.
Beberapa kekuasaan yang diserahkan negara bagian kepada negara serikat merupakan hal-hal yang berkaitan dengan persoalan hubungan luar negeri, pertahan negara, keuangan, serta urusan pos. kekuasaan tersebut dinamakan kekuasaan yang didelegasikan (delegated powers).
Contoh negara yang berbentuk serikat adalh India, Australia, Amerika Serikat, jerman, Swiss, Brasil dan Malaysia.

c.  Perbedaan Mendasar Antara Negara Kesatuan dan negara Serikat     
Dalam negara kesatuan, organisasi bagian-bagian negara secara umum telah diatur/ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat. Sedangkan pada negara serikat, negara bagian suatu federasi mempunyai pouvoir constituant, yaitu wewenang untuk membentuk undang-undang dasar sendiri guna mengatur bentuk organisasi sendiri dalam kerangka dan batas-batas konstitusi federal.
Dalam negara kesatuan, wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam rumusan umum dan wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah (lokal/daerah) tergantung pada lembaga pembentuk undang-undang pusat tersebut. Sedangkan dalam negara

serikat wewenang membentuk undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci secara detail (satu persatu) dalam konstitusi federal.
Selain negara serikat (federasi) terdapat juga serikat negara (konfederasi). Keduanya merupakan sesuatu yang berbeda. Konfederasi merupakan perserikatan beberapa negara merdeka dan berdaulat, baik ke dalam maupun ke luar. Negara-negara tersebut bergabung untuk mencapai tujuan-tujuantertentu. Misalnya, perdagangan ataupun untuk menjaga pertahanan bersama. Namun tiap-tiap negara tetap memiliki dan mempertahankan kedudukan internasional mereka. Jadi, konfederasi bukanlah negara dalam pengertian hukum internasional.
Disamping 2 bentuk diatas, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk Negara dapat digolongkan ketiga kelompok yaitu: Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.
a.    Monarki
Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Dalam prakteknya, monarki ada dua jenis yaitu: Monarki absolut dan monarki konstutional.
a)     Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang raja atu ratu. Termasuk dalam kategori ini adalah negara Arab saudi, Brunae, Swazilan, bhutan, dll.
b)      Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala negaranya (perdana mentri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan kostitusi nagara. Praktek monarki konstitusional ini adalah yang paling banyak dipraktekan di beberapa negara, seperti Thailand, Jepang, Inggris, jordania dan lan-lain.
c)      Monarki parlamenter adalah bentuk pemerintahan yang bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintahannya adalah mentri, Termasuk dalam kategori ini adalah negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
Dengan demikian pengertian negara yang berbentuk monarki adalah negara dimana cara penunjukan kepala negaranya berdasarkan keturunan dari raja yang sebelumya.
b.  Oligarki
Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu. System ini muncul karena terjadinya Monarki absolute. Monarki absolute menyebabkan tindakan kesewenangan raja yang mengakibatkan sekumpulan kaum aristocrat atau bangsawan mengambil alih pemerintahan.
Namun, system ini tidak berlangsung mulus seperti awalnya. Karena, ternyata banyak kaum bangsawan yang juga melakukan tindakan sewenang-wenang dalam pemerintahannya. System pemerintahan ini kemudian digantikan oleh Demokrasi yang berasaskan rakyat.

c.  Demokrasi
Pemerintahan model demokrasi adalah pemerintahan yang bersandarkan pada kedaulatan rakyat atau bendasarkan kekuasaannya pada pilihan atau kehendak rakyat malalui mekanisme pemulihan Umum (pemilu) yang berlangsung secara jujur, bebas, aman, dan adil.
System pemerintahan demokrasi muncul setelah Oligarki. System ini terbentuk karena adanya kekuasaan ditangan rakyat. Ini berarti, rakyatlah yang memegang tahta kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Namun, pemerintah yang dipilih oleh rakyatnya lah yang menjalankan pemerintahan.
Dalam teori Ilmu Negara pengertian tentang teori bentuk Negara sejak dahulu kala dibagi menjadi dua yaitu: monarchie dan republik. Untuk menentukan suatu Negara itu berbentuk monarchie dan republik, dalam Ilmu Negara banyak macam ukuran yang dipakai. Antara lain Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemene Staatslehre memakai sebagai kriteria bagaimana caranya kehendak negara itu dinayatakan.
Jika kehendak Negara itu ditentukan oleh satu orang saja, maka bentuk Negara itu monarchie dan jika kehendak Negara itu ditentukan oleh orang banyak yang merupakan suatu majelis, maka bentuk negaranya adalah republik. Pendapat Jellinek ini tidak banyak penganutnya karena banyak mengandung kelemahan.
Faham Duguit lebih lazim dipakai, yang menggunakan sebagai kriteria bagaimana caranya kepala Negara itu diangkat. Dalam bukunya yang berjudul Traite de Droit Contitutionel jilid 2, diutarakan jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negaranya disebut monarchie dan Kepala Negaranya disebut raja atau ratu. Jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan yang ditentukan, maka bentuk negaranya disebut republik dan Kepala Negaranya adalah seorang Presiden.
Sama hal nya monarki republik itu dapat dibagi menjadi:
1)  Republik mutlak (absolute)
2)  Republik konstitusi
3)  Repulik parlemen
Menurut ketentuan yang telah dijelaskan di atas maka negara Indonesia mempunyai bentuk negara sebagai republik. Hal ini didasarkan atas cara pemilihan presiden, bahkan bukan hanya oleh majelis melainkan langsung dipilih oleh Rakyat.
Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang bebentuk Republik.


C.    Bentuk-Bentuk Kenegaraan
Bentuk kenegaraan adalah ikatan antarnegara yang gabungannya bukan merupakan suatu negara. Yang termasuk bentuk-bentuk kenegaraan, antara lain sebagai berikut.
a.  Dominion
Merupakan bentuk kenegaraan yang tadinya adalah daerah jajahan Inggris yang telah merdeka dan berdaulat, namun masih mengakui raja Inggris sebagai rajanya dan sebagai lambang persatuan negara mereka. Negara dominion ini bergabung dalam The British Commonwealth of Nations (negara persemakmuran). Kedudukan negara dominion tetap sebagai negara merdeka, berhak menentukan dan mengurus politik dalam dan luar negeri sendiri, serta berhak dengan bebas keluar dari ikatan tersebut. Dominion-dominion Inggris tersebut antara lain Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, India dan Malaysia.
b.  Protektorat
Yaitu negara yang berada di bawah perlindungan (to protect) negara lain. Biasanya persoalan hubungan luar negeri dan pertahanan dari negara protektorat diserahkan kepada negara pelindung (suzerain). Negara protektorat biasanya bukan subjek dari hukum internasional. Negara protektorat dipisahkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
  • Protektorat kolonial, di mana biasanya urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan sebagian urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara pelindung. Negara seperti ini bukan subjek hukum internasional.
  • Protektorat internasional, negara ini termasuk subjek hukum internasional. Contoh : Mesir merupakan protektorat dari Turki (1917), Zanzibar meupakan protektorat dari Inggris (1890), dan Albania merupakan protektorat dari Italia (1936).

c.  Negara Uni
Uni merupakan gabungan dua atau lebih negara merdeka dan berdaulat dengan satu kepala negara yang sama. Terdapat tiga macam uni, yaitu sebagai berikut.
1)      Uni politik (polotical union) merupakan negara yang dibentuk oleh negara-negara yang lebih kecil. Uni politik sering juga disebut uni legislatif.dalam uni politik, masing-masing negara bergabung dan membagi urusan pemerintahan serta politik bersama. Gabungan negara ini diakui secara internasional sebagai kesatuan politik tunggal. Contoh : Uni Emirat Arab, Inggris Raya, dan bekas negara Serbia-Montenegro.
2)      Uni personil (personal union) merupakan gabungan antara dua negara dan memiliki raja yang sama.

Adapun segala urusan dalam dan luar negeri diurus oleh masing-masing negara. Contoh : Inggris dan Skotlandia tahun 1603-1707.
3)      Uni riil (real union) merupakan gabungan antara dua negara atau lebih yang berdasarkan suatu traktat mengadakan ikatan yang dikepalai oleh seorang raja dan membentuk alat perlengkapan uni guna kepentingan bersama. Kepentingan bersama tersebut pada umumnya merupakan persoalan-persoalan yang menyangkut politik luar negeri. Contoh : uni Austria-Hongaria (1867-1918).

d.  Mandat
Yaitu suatu negara yang sebelumnya merupakan jajahan dari negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan berada dalam pengawasan Dewan Mandat Liga Bangsa-Bangsa. Contohnya adalah Kamerun yang merupakan negara bekas jajahan Jerman dan menjadi mandat Perancis.
e.  Trustee (Perwalian)
Yaitu wilayah jajahan dari negara-negara yang kalah perang dalam Perang Dunia II dan berada di bawah naungan Dewan Perwalian PBB serta negara yang menang perang. Contohnya adalah Papua Nugini yang merupakan wilayah bekas jajahan Inggris yang berada dibawah naungan PBB sampai tahun 1975.
f.   Koloni
Yaitu suatu negara yang pernah menjadi jajahan negara lain. Di negara koloni urusan politik, hukum, dan pemerintahan dipegang oleh negara yang menjajahnya. Contohnya adalah Indonesia yang dijajah (menjadi koloni Belanda selama 350 tahun).
Selain 6 bentuk kenegaraan diatas, terdapat juga :
Serikat Negara (Konfederasi)
            Adalah perserikatan beberapa negara yang merdeka dan berdaulat penuh baik ke dalam maupun ke luaar. Pada umumnya, Konfederasi dibentuk berdasarkan perjanjian untuk mengadakan kerjasama dalam bidang tertentu, misalnya penyelenggaraan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan bersama. Konfederasi bukanlah merupakan negara dalam pengertian hokum internasional, karena negara-negara anggotanya secara masing-masing tetap mempertahankan kedudukannya secara internasional.

Bentuk Pemerintahan Republik
Selain bentuk pemerintahan monarki, yang secara jelas dicirikan oleh kepemimpinan raja, terdapat pula bentuk pemerintahan yang lain.Bentuk pemerintahan tersebut adalah Republik.Republik berasal dari kata res publika yang bermakna kepentingan umum. Hal ini

karena pada awalnya, bentuk pemerintahan republik diangankan sebagai suatu bentuk pemerintahan yang dijalankan secara demikratis dengan memperhatikan kepentingan rakyat.tetapi, dalam kenyataannya tidak demikian. Kadang kita mendapati pula suatu Negara mengunakan bentuk pemerintahan Republik,tetapi kepala pemerintahannya bertindak sewenang-wenang seolah dengan kekuasaan yang ada dalam genggamannya di dapat melekukan segala keinginannya.
Dalam praktik, kita dapat membedakan bentuk pemerintahan Republik antara republik apsolut dan Republik konstitusional
1.  Republik Absolut
Dalam Republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan.penguasa mengabaikan tatanan Republik dalan idialisasi,yang sesungguhnya mesti menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan sempit kekuasaan pribadi pemimpin.untuk mengabsahkan ( melegitimasi ) kekuasaan yang sewenang-wenang,kerap kali penguasa diktator mengunakan instrumen Hukum. Maksutnya, Hukum dimanipulasi sedemikian rupa sehingga mendukung kekuasaannya yang semena-mena. Misalnya, dibuat satu pasal dalam konstitusi yang menyatakan bahwa didrinya adalah Presiden seumur hidup.tidak jarang pula tatanan politik di gunakan sebagai alat kekuasaan.misalnya Partai Politik ada,tetepi partai tersebut merupakan satu-satunya partai yang boleh berdiri dan di pimpin oleh sang peguasa atau di gunakan sebagai penopang utama kekuasaannya.
Pemerintahan yang absolut bersifat totaliter.maksudnya segalanya terpisat pada kekuasaan sang pemimpin. Adapun tindakan dan ucapan sang pemimpin dapat digunakan sebagai landasan untuk membenarkanKesewenangan.perbedaan, kebebasan, atau hak asasi yang tidak diakui.yang ada hanyalah keseragaman, dan keseragaman tersebut di tentukan oleh pengiasa.Tidak ada yang lebih benar daripada penguasa.penentangan terhadap kekuasaan akan dimaknai sebagai penentangan terhadap negara.jadi, musuh peguasa adalah musuh negara. Sebeb, tidak ada pembedaan antara lembaga negara dan penguasa sebagai pribadi.
Perbedaan utama antara Monarki absolut dan Republik apsolut terdapat pada kekuasaan yang di eariskan. Dalam Monarki absolut kekuasaan Rajadiwarisi dari pendahuluannya sedabgkan dalam Republik absolut kekuasaan dapat diperoleh melelui beragam cara.Ada peguasa Republik yang meraih kekuasaan melaliu perebutan kekuasaan melelui perebutan kekuasaan secara tidak sah ( kudeta ), adapula yang memperolehnya memlalui pemilu yang curang. Tapi adapula penguasa negara Republik yang mewariskan kekuasaannya kepada keturunannya atau orang kepercayaannya ( tanpa melelui pemilu ) demi melanggengkan upaya memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan sendiri.
2.  Republik Konstitusional
Dalam Republik Konstitusional, kekuasaan Kepala negara dan kepala pemerintahan tidak diwariskan.Keduanya merupakan kedudukan politik yang dapat di perebutkan melalui

cara-cara yang di tetapkan di dalam undang-undang dasar.Undang-undang Dasar menjadi landasan utama segenap praktik kenegaraan.Undang-undang Dasar menjadi semacam kontrak sosial antara rakyat dengan pemimpin.Didalamnya secara umum di atur bagaimana kekuasaan dipisah/dibagi, bagaimana kekuasaan tersebut dijalankan, apasaja dan kewajiban warga negara, dan aturan-aturan dasar lain dalam kehidupan kenegaraan.
Kedaulatan tertinggi berda di tangan Rakyat. Karena itu, pemimpin dipilih dan bertanggung jawab kepada rakyat ( secara langsung atau tidak langsung ). Kekuasaan pemimpin tidak bersifat mutlak. Dala hal ini aspek pertanggung jawaban publik merupakan hal yang membedakan bentuk Republik konstitusional dengan yang absolut.apabila pemimpin melakukan penyelewengan terhadap Undang-undang Dasar, terdapat suatu mekanisme yang memungkinkan kontrol sekaligus pergantian kepemimpinan secara prosedural.
Republik konstitusional menjujung tinggi hukum dan kedaulatan rakyat.itu artinya,setiap warga negara berkedudukan setara dihadapan Hukum.demikian pula, partisipasi politik bagi warga negara terbuka asal sesuai dengan pereturan perundan-undangan.
Republik konstitusional dapat memperaktekkan sistem pemerintahan Presidensial maupun parlementter dalam Republik konstitusional yang menjalankan sistem presidensial, kekuasaan pemerintahan dan kepela negara berada di tangan presiden.Sedangkan dalam Republik parlementer, posisi kepala negara pemerintahan di jabat oleh orang yang berbeda.perbedaan antara sistem presidensial dan parlementer telah di uraikan dalan bahasa terdahulu.







SISTEM PEMERINTAHAN

Pengertian Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1.  Sistem Pemerintahan Presidensial
2.  Sistem Pemerintahan Parlementer
3.  Sistem Pemerintahan Campuran
Sistem pemerintahan mempunyai sistem yang tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah john menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut. Secara luas berarti pengertian sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu john demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Secara sempit, Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama john mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
1.         Sistem Presidensial
Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada

mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial
  1. Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
  2. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
  3. Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
  4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
  5. Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
  6. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.

2.    Sistem parlementer
Parlemen adalah sebuah badan legislatif khususnya di negara-negara sistem pemerintahannya berdasarkan sistem Westminster dari Britania Raya. Nama ini berasal dari bahasa Perancis yaitu parlement. Badan legislatif yang disebut parlemen dilaksanakan oleh sebuah pemerintah dengan sistem parlementer dimana eksekutif secara konstitusional bertanggungjawab kepada parlemen.
Hal ini dapat dibandingkan dengan sistem presidensial dimana legislatif tidak dapat memilih atau memecat kepala pemerintahan dan sebaliknya eksekutif tidak dapat membubarkan parlemen. Beberapa negara mengembangkan sistem semipresidensial yang menggabungkan seorang Presiden yang kuat dan seorang eksekutif yang bertanggungjawab kepada parlemen.
Parlemen dapat terdiri atas beberapa kamar atau majelis, dan biasanya berbentuk unikameral atau bikameral meskipun terdapat beberapa model yang lebih rumit. Seorang Perdana Menteri (PM) adalah hampir selalu seorang pemimpin partai yang memiliki posisi mayoritas di majelis rendah pada parlemen, namun hanya menduduki jabatan tersebut selama parlemen masih mempercayainya. Jika anggota majelis rendah kehilangan kepercayaan dengan alasan apapun,

maka mereka dapat mengajukan mosi tidak percaya dan memaksa PM untuk mengundurkan diri. Hal ini dapat sangat berbahaya bagi kestabilan pemerintahan jika jumlah posisi suara relatif seimbang.
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensial, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini.
Ciri pemerintahan parlemen
  1. Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
  2. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
  3. Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
  4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
  5. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
  6. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Sistem pemerintahan presidensial perbedaan nya dengan sistem parlementer
Ciri utama sebuah Negara dengan sistem pemerintahan Presidensial seperti Indonesia adalah dimana Presiden memiliki dua wajah, yaitu sebagai Kepala Negara dan juga sebagai Kepala pemerintahan. Sistem Pemerintahan Presidensial adalah sistem pemerintahan dimana Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara berada di tangan Presiden. Ini berbeda dengan Sistem Pemerintahan Parlementer, dimana Kepala Pemerintahan berada ditangan Perdana Menteri.
Mungkin terlebih dahulu kita perlu membahas perbedaan antara Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan dan Sistem Pemerintahan. Bentuk Negara adalah diskursus mengenai pola ikatan dasar dari setiap elemen paling dasar yang membentuk sebuah Negara. Dalam pengertian ini, bentuk Negara-negara di dunia dapat dibagi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
  1. Negara Kesatuan, adalah Negara yang pola dasar pembentukannya langsung berasal dari ikatan-ikatan antara rakyat dalam identitas individunya. Dalam Bentuk Negara kesatuan, rakyat menjadi unsur pembentuk langsung tanpa ada perantara antara rakyat dengan Negara. Negara diposisikan sebagai entitas langsung yang lahir dari bagaimana rakyat mempersepsikan kehidupan bersama. Artinya, Negara adalah persepsi pertama yang lahir dari rakyat tentang system kehidupan bersama.
  2. Negara Federal, adalah Negara yang pola dasar pembentukannya tidak langsung dari rakyat sebagaimana dalam bentuk Negara kesatuan. Akan tetapi, Negara federal adalah bentuk Negara yang lahir sebagai konsekuensi dari kebutuhan eksistensial organisasi-organisasi kehidupan bersama yang dibentuk oleh setiap individu sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa unsur pembentuk Negara federal adalah entitas-entitas atau kelompok-kelompok masyarakat kecil. Artinya, pada Negara federal, Rakyat tidak diposisikan sebagai unsur pembentuk langsung, tetapi rakyat membentuk organisasi kehidupan bersama dalam skala kecil, dan organisasi-organisasi ini kemudian membentuk sebuah organisasi besar yang disebut Negara tanpa kehilangan identitasnya. Sudah ada persepsi pertama yang lahir dari rakyat tentang kehidupan bersama sebelum terbentuknya Negara federal. Maka dari itu, dalam bentuk Negara federal, persepsi-persepsi yang berwujud organisasi-organisasi pembentuk Negara tersebut tidak kehilangan identitasnya dan tetap  memiliki kewenangannya. Organisasi-organisasi kecil inilah yang disebut koloni atau Negara bagian dalam bentuk Negara federal saat ini.
  3. Negara Konfederasi, adalah bentuk perkembangan selanjutnya dari bentuk Negara Federal. Negara ini dibentuk sebagai perserikatan antara Negara-negara atau gabungan beberapa Negara untuk membuat sebuah system kehidupan bersama yang lebih besar lagi. Unsur pembentuknya bukan lagi koloni atau kelompok-kelompok masyarakat akan tetapi Negara dalam pengertiannya yang harafiah. Dapat dikatakan bahwa Negara Konfederasi adalah Negara yang berbentuk Negara.
Dalam hukum internasional, Negara konfederasi tidak diakui sebagai Negara berdaulat, karena Negara-negara yang membentuknya telah memiliki kedudukan internasional sebagai Negara berdaulat sebelumnya.

Bentuk Pemerintahan adalah diskursus tentang unsur dasar kekuasaan dalam sebuah Negara. Dalam diskursus ini, Negara berdasarkan Bentuk pemerintahannya dapat terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Bentuk Pemerintahan Republik dan Bentuk Pemerintahan Monarki. Jika kekuasaan tertinggi suatu masyarakat berada di tangan seseorang maka Bentuk Pemerintahannya disebut Monarki dan jika kekuasaan itu berada di tangan beberapa individu maka bentuk pemerintahannya disebut Republik.
Republik, adalah bentuk pemerintahan yang unsur dasar kekuasaannya berasal dari rakyat. Dalam Negara Republik, Rakyat adalah pemilik kewenangan dan kekuasaan yang kemudian memberikan kewenangannya tersebut kepada Negara untuk menjalankan system pemerintahan demi terwujudnya tujuan dan cita-cita pembentukan Negara.
Kelsen membagi Bentuk Pemerintahan Republik menjadi dua yaitu Republik Demokrasi dan Republik Aristokrasi. Tergantung dimana kekuasaan tersebut berada, apabila kekuasaan tersebut beada pada sekelompok kecil rakyat maka disebut Republik Aristokrasi dan apabila berada pada sebagia besar rakyat disebut Republik Demokrasi.
Sedangkan Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang unsur dasar kekuasaannya berasal dari Raja. Nama lain dari Monarki adalah Kerajaan. Ada banyak pendapat mengenai asal-usul kekuasaan raja, namun dalam perjalanan sejarahnya, Raja adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya serta kepercayaan masyarakat. Raja mendapatkan kekuasaannya ditengah masyarakat, karena Raja dianggap menduduki posisi yang sakral dalam kebudayaan dan kepercayaan sebuah system masyarakat.
Pada zaman dahulu, mungkin dapat dikatakan bahwa semua Negara Bentuk pemerintahannya adalah Monarki. Sejarah mencatat bahwa Muhammad adalah manusia pertama di dunia ini yang menerapkan system pemerintahan Republik di Madinah pada abad ke 6 Masehi dengan menjadikan Piagam Madinah sebagai Konstitusi kenegaraan serta mulai memberlakukan system Gubernur sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di Daerah-daerah.
Revolusi pemikiran di Eropa dan jaman Rennaisance telah menjadi momentum yang memutarbalikkan filsafat dominan masyarakat eropa, bahkan sebagian besar masyarakat dunia. Dalam konsep kenegaraan, sebagian besar masyarakat mulai melirik pada model republik yang merupakan Bentuk Pemerintahan selain daripada Monarki. Akibat ini juga membuat beberapa Negara Monarki yang tidak ingin melakukan perubahan secara substansial harus melakukan modifikasi konsep Bentuk pemerintahannya dari Monarki Absolut menjadi Monarki Konstitusional. Saat  ini, tinggal Arab Saudi satu-satunya Negara di dunia ini yang

masih berdiri dengan Bentuk Pemerintahan Monarki Absolut, yang menempatkan titah raja sebagai hukum tertinggi.
Sistem Pemerintahan adalah kajian tentang pola dasar yang digunakan oleh Negara dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam kajian tentang Sistem Pemerintahan, ada dua sistem pemerintahan yang kita kenal digunakan oleh Negara-negara di dunia, yaitu Sistem Presidensial dan Sistem Parlementer.
Sebelumnya, kita mungkin perlu membedakan antara terminologi Presiden sebagai jabatan dengan terminologi Presiensial sebagai sistem. Presiden adalah nama jabatan bagi kepala Negara pada negara dengan bentuk pemerintahan republik sebagai pembeda dengan Raja sebagai kepala negara pada negara dengan bentuk pemerintahan Monarki/Kerajaan. Sedangkan terminologi Presidensial adalah penamaan sebuah sistem pemerintahan, yang dimana antara kepala negara dengan kepala pemerintahan dipegang pada satu jabatan. Artinya, tidak semua negara yang bentuk pemerintahannya Republik dengan kepala negara seorang Presiden, otomatis sistem pemerintahannya Presidensial. Dalam beberapa kasus, misalnya pada Negara Singapura, bentuk negaranya adalah Republik dimana kepala negaranya adalah seorang Presiden, sedangkan sistem pemerintahannya adalah parlementer. Terminologi Presiden tidak identik dengan sistem Presidensial, begitupun sistem parlementer tidak identik dengan bentuk pemerintahan Monarki.
Sistem Presidensial disebut juga sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana antara Eksekutif dan Legislatif dalam sebuah Negara dipilih melalui pemilihan umum yang terpisah. Sedangkan Sistem Parlementer adalah sistem pemerintahan yang antara Legislatif dan Eksekutif tidak dipilih melalui pemilihan umum yang terpisah, melainkan pemilihan umum hanya diselenggarakan untuk memilih legislatif yang kemudian akan memilih Eksekutif. Menurut Thomas 0. Sargentich, variabel pembeda antara sistem pemerintahan Presidensial dengan sistem pemerintahan Parlementer terletak pada metodologi yang digunakan oleh sebuah Negara dalam memilih dan memberhentikan kepala pemerintahan (eksekutif).
Konsekuensi keterpisahan pemilihan umum dalam sistem Presidensial dan Parlementer kemudian menyebabkan adanya pola pertanggungjawaban eksekutif yang berbeda diantara kedua sistem tersebut. Dalam sistem Parlementer, Eksekutif bertanggungjawab kepada Legislatif, sehingga Legislatif memiliki kewenangan untuk memberhentikan Eksekutif secara langsung. Sedangkan dalam sistem Presidensial, ada keterpisahan yang jelas dimana Eksekutif tidak bertanggungjawab langsung kepada Legislatif, dan Legislatif tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan dan/atau memberhentikan Eksekutif.
Dalam beberapa kondisi tertentu – tentu saja kita tidak sedang berbicara tentang kondisi normal pemerintahan – konteks penjatuhan eksekutif oleh legislatif dalam sistem pemerintahan presidensial memang pernah terjadi. Contoh pada sistem presidensial di Amerika Serikat, dimana Parlemen (House of Representative) pernah meng-impeach dua

Presiden, yaitu Andrew Johnson pada 24 February 1968 dan Bill Clinton pada tanggal 19 Desember 1998. Namun hal ini, tentu saja bukan pada kondisi normal pemerintahan dalam sistem presidensial. Namun, lebih kepada pilihan mekanisme penyelesaian persoalan darurat dalam sebuah Negara.
Dalam sejarah perkembangan sistem pemerintahan Negara, sistem presidensial adalah sistem pemerintahan yang berkembang seiring dengan arah ideal konsep trias politica dimana pola pembagian 3 (tiga) cabang kekuasaan utama – eksekutif, legislatif dan yudisial – berjalan pada model Separation of Power. Sedangkan disisi lain, perkembangan model sistem pemerintahan Parlementer adalah lahir sebagai bentuk modifikasi sistem pemerintahan dimana pola pembagian kekuasaannya lebih kearah Distribution Of Power.
Dari sini kita bisa melihat bahwa perbedaan paling mendasar dari sistem Presidensial dengan sistem Parlementer terletak pada model kepemimpinan, pola pembagian kekuasaan dan sistem penjatuhan kepala pemerintahan.
Pada pola kepemimpinan, jabatan sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensial berada pada tangan presiden. Artinya, dalam sistem Presidensial, Presiden adalah jabatan kepala Negara yang juga merangkap sebagai kepala pemerintahan. Sedangkan dalam sistem Parlementer, kepala Negara adalah jabatan yang berbeda dengan terpisah dengan kepala pemerintahan.
Keterpisahan posisi kepala Negara dengan kepala pemerintahan dalam sistem parlementer adalah konsekuensi logis dari penyatuan dua cabang kekuasaan, yaitu eksekutif dan legislatif pada sistem pemerintahannya. Hal ini mengartikan bahwa dalam sistem pemerintahan Parlementer, kepala Negara adalah representasi dari parlemen. Ini kemudian menempatkan posisi kepala pemerintahan sebagai perpanjangan tangan parlemen dalam pemerintahan.
Kita bisa melihat hal ini dengan jelas pada Negara dengan bentuk pemerintahan Monarki dan sistem pemerintahan parlementer seperti Inggris. Dimana kepala Negara adalah Raja, sedangkan kepala pemerintahan ada di tangan Perdana Menteri. Sedangkan pada Negara dengan bentuk pemerintahan Republik dan Sistem Pemerintahan Parelementer seperti Singapura, Kepala Negara berada di datangan seorang Presiden, sedangkan Kepala Pemerintahan berada di tangan seorang Perdana Menteri.
Menurut Rod Hague, Sistem Pemerintahan Presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
  1. Presiden dipilih oleh rakyat dan memimpin pemerintahan serta mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait;
  2. Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif) memiliki masa jabatan yang tetap dan tidak bisa saling menjatuhkan;
  1. Tidak ada status yang tumpang tindih antara eksekutif dan legislatif;
Dari sini kita bisa melihat bahwa Separation Of Power adalah prinsip utama dalam sistem pemerintahan Presidensial dan ini dapat juga dikatakan sebagai pembeda utama yang membedakannya dengan sistem Parlementer.
Posisi Presiden sebagai sentrum pemerintahan dalam sistem Presidensial memang memiliki konsekuensi yang sangat besar dengan besarnya kewenangan Presiden serta mandirinya kewenangan tersebut dari himpitan kewenangan legislatif. Dalam sistem pemerintahan Presidensial, Presiden sebagai kepala pemerintahan tidak bertanggungjawab kepada Legislatif, melainkan langsung secara moral kepada rakyat. Konsekuensi politik berupa peluang terpilih kembali dalam pemilihan umum selanjutnya sepertinya satu-satunya harapan bagi rakyat untuk mendapatkan jaminan pelaksanaan pemerintahan yang baik oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam sebuah negara.
Memang merupakan sebuah dilema, bahwa mandirinya kewenangan Presiden dari Legislatif dalam sistem Presidensial akan membuat peluang munculnya abuse of power semakin besar. Mungkin pertimbangan stabilitas politik dan pemerintahan menjadi alasan dibalik kemandirian kewenangan ini. Karena, disatu sisi bahwa mudahnya sebuah pemerintahan (eksekutif) untuk diberhentikan oleh parlemen hanya dengan mengeluarkan mosi tidak percaya membuat sistem pemerintahan Parlementer semakin menjauh dari pemaknaan stabilitas pemerintahan dalam sebuah negara.
Hal ini membuat beberapa negara mencoba menerapkan sebuah sistem kombinasi yang mengkombinasikan antara Sistem Presidensial dan Sistem Parlementer. Hasil kombinasi diantara keduanya dikenal dengan sistem Semi Presidensial, seperti pada Sistem Pemerintahan yang diterapkan Perancis saat ini.
Dalam Sistem Pemerintahan Semi Presidensial, Presiden hanya berposisi sebagai Kepala Negara sedangkan Kepala Pemerintahan berada di tangan Perdana Menteri seperti Sistem Parlementer. Namun, kewenangan Presiden sebagai kepala negara sama dengan kewenangan Presiden dalam Sistem Presidensial, hal ini berbeda dengan posisi Presiden sebagai kepala negara dalam Sistem Parlementer dimana kepala negara hanya berposisi sebagai simbol seremonial. Presiden melaksanakan kekuasaan bersama-sama dengan Perdana Menteri.
Konsekuensi dari penerapan Sistem Semi Presidensial ini adalah adanya dua eksekutif dalam satu sistem pemerintahan. Tentu saja, peluang terjadinya benturan kewenangan antara eksekutif dan legislatif semakin besar.
3.  Sejarah Sistem Pemerintahan Campuran (Hybrid system)
Berbicara mengenai sejarah sistem campuran, maka tidak akan lepas dari kajian mengenai perkembangan ketatanegaraan Prancis. Sistem pemerintahan campuran merupakan titik balik dari pelaksanaan Konstitusi Republik Ke-empat.

Di bawah naungan aturan tertinggi tersebut, Prancis tidak mampu membendung permasalahan disintegrasi daerah-daerah koloninya.
Konflik puncak perpecahan negara-negara koloni Prancis terjadi pada 13 Mei 1958. Pada hari itu Tentara Aljazair menyatakan kemerdekaannya dari kolonial Prancis melalui penguasaan gedung pemerintahan Prancis di Aljazair. Hal itu telah menunjukkan semakin lemahnya kekuataan pemerintahan Prancis di mata koloni-koloninya.
Jenderal Prancis, Charles Andre Joseph Marie de Gaulle menganggap bahwa hal itu disebabkan kesalahan para politikus. Ia beranggapan bahwa sistim multipartai yang berlaku di Prancis menjadi penyebab lemahnya kewibawaan pemerintah. Melihat kondisi yang semakin parah tersebut, Majelis Nasional (National Assembly) menunjuk Charles de Gaulle sebagai Perdana Menteri pada 1 Juni 1958. Penunjukkan tersebut menugaskan Charles de Gaulle untuk membentuk konstitusi baru dengan kekuasaan darurat selama 6 (enam) bulan. Secara politik, sosok de Gaulle diperlukan untuk menyatukan perpecahan yang terjadi di Prancis, Robert Elgie menyebutnya sebagai pimpinan kharismatik.
Konstitusi baru tersebut akhirnya didukung mayoritas rakyat  melalui referendum dengan 79,2% suara pada 28 September 1958. Dari dukungan tersebut resmilah terbentuk Republik Ke-lima Prancis dengan bentuk baru sistim bernegara. Koloni-koloni menjadi bagian resmi negara kesatuan Prancis, termasuk juga Aljazair.

Ciri pokok konstitusi baru tersebut sesuai dengan keinginan de Gaulle, menjadikan Presiden sebagai pusat kekuasaan. Menurut Vicky C Jackson ciri pokok pemerintahan baru terletak dari pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung, presiden berkuasa mengangkat perdana menteri dan anggota kabinetnya, anggota kabinet menteri tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota parlemen, serta presiden diberi kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan strategis yang memiliki kekuataan hukum mengikat, dan pemerintahan diberikan kekuasaan strategis untuk mengawasi jalannya kegiatan parlemen.
Pemilihan umum parlemen pertama di bawah aturan Konstitusi Republik Ke-lima berlangsung pada November 1958. Pada bulan Desember 1958, de Gaulle terpilih sebagai Presiden melalui electoral college dengan 78 % suara, kemudian dilantik pada Januari 1959. Oleh karena itu de Gaulle disebut juga sebagai pendiri Republik Ke-lima yang membentuk pertama kali sistim pemerintahan yang dinyatakan oleh pakar sebagai sistim campuran.
Bentuk sistim campuran Prancis juga diterapkan pada negara-negara bekas koloninya, seperti Cote D’Ivoire, Gabon, Mali dan Senegal, serta beberapa negara-negara di Eropa Timur, seperti; Polandia dan Bulgaria. Polandia memiliki sistim campuran yang elemen-elemen pemerintahannya sama dengan sistim hybrid Prancis. Portugal juga menganut mixed system yang juga mempengaruhi negara-negara bekas koloninya, seperti Mozambik dan Angola.

Indonesia menurut Jimly, sebagaimana disebutkan diatas, juga pernah menganut sistim pemerintahan campuran. Pembentukan kabinet Parlementer pertama dibawah pimpinan Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 14 November 1945 menunjukkan pelaksanaan sistim pemerintahan hybrid. Dikarenakan UUD 1945 tidak menyebutkan adanya Perdana Menteri dalam konsep pemerintahan. Sistim pemerintahan campuran tersebut terus bertahan pada masa pemberlakuan UUD RIS Tahun 1949 dan UUDS tahun 1950, bahkan ketika kembali kepada UUD 1945 melalui dekrit 5 Juli 1959.
I. Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil. Namun dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan i Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensiil dengan sistem pemerintahan parlementer. Apalagi bila dirunut dari sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949. kemudian pada rentang waktu tahun 1949 - 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966, Indonesia menganut sistem pemerintahan secara demokrasi terpimpin. Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen dan setelah terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002. Berikut ini adalah perbedaan sistem pemerintahan sebelum terjadi amandemen dan setelah terjadi amandemen pada UUD 1945 :
Sebelum terjadi amandemen :
·       MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
·       Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
·       DPR berperan sebagai pembuat Undang – Undang
·       BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan
·       DPA berfungsi sebagai pemberi saran/pertimbangan kepada presiden / pemerintahan
·      MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki aturan yang diterbitkan pemerintah.

Setelah terjadi amandemen :
  • Kekuasaan legislatif lebih dominan
  • Presiden tidak dapat membubarkan DPR
  • Rakyat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden
  • MPR tidak berperan sebagai lembaga tertinggi lagi
  • Anggota MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah anggota DPD yang dipilih secar langsung oleh rakyat
Dalam sistem pemerintahaan presidensiil yang dianut di Indonesia, pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang menjadi perhatian. Selain itu, pengawasan rakyat terhadap pemerintahan juga kura begitu berpengaruh karena pada dasarnya terjadi kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan yang ada di tangan presiden. Selain itu, terlalu sering terjadi pergantian pejabat di kabinet karena presiden mempunyai hak prerogatif untuk melakukan itu.





HAK DAN KEWAJIBAN

  1. Pengertian Hak, Kewajiban, Dan Warga Negara
Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan . Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas kewajiban .
Contoh Hak Warga Negara Indonesia ;
  1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
  2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
  3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan.
  4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
  5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
  6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau NKRI dari serangan musuh.
  7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.
Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan / kewajiban untuk dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas untuk didapat . Kewajiban pada umumnya mengarah pada suatu keharusan / kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut .
Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia ;
  1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
  2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
  3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
  1. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
  2. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik
Kewajiban warga negara berdasarkan UUD 1945 :
  • Membayar pajak.
  • Membela pertahanan dan keamanan.
  • Menghormati hak asasi.
  • Menjunjung hukum dan pemerintahan.
  • Ikut serta membela negara.
  • Tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.
  • Wajib mengikuti pendidikan dasar.

Berikut adalah isi dari pasal yang menyatakan HAK dan KEWAJIBAN warga Negara dalam UUD 1945 ;
  • Pasal 26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan  dengan undang-undang  sebagai warga Negara pada ayat 2, syarat –syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.
  • Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukan nya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pada ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  • Pasal 28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dgn lisan dan sebagainya ditetapkan dgn undang-undang.
  • Pasal 30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan UU.
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk menurut Kansil adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan

negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.
Pengertian warga negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah sebuah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Sedangkan menurut Dr. A.S. Hikam (2000), adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk itu sendiri.
Beberapa pengertian tentang warganegara juga diatur oleh UUD 1945, pasal 26 menyatakan : “ warga negara adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Pasal 1 UU No.  22/1958, dan UU Np. 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan bahwa warga negara RI adalah orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara RI.
Warga negara dari suatu negara merupakan pendukung dan penanggung jawab kemajuan dan kemunduran suatu negara. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh UU yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa yang menjadi warga negara, maka negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana diatur pasal 28 E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikian menjadi :
  1. Warga negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
  2. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa (surat ijin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi
Adapun untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara, digunakan 2 kriterium.
1.    Kriterium kelahiran
Berdasarkan kriterium ini, masih dibedakan lagi menjadi 2, yaitu:
  1. Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut pula Ius Sanguinis. Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganegaraan suatu negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, di manapun ia dilahirkan
  1. Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau Ius Soli. Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganeraannya berdasarkan negara tempat di mana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negara dari negara tersebut.
Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan secara bersama dengan mengutamakan salah satu, tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara Ius Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan rangkap (bi-patride) atau tidak mempunya kewarganegaraan sama sekali (a-patride). Berhubungan dengan itu, maka untuk menentukan kewarga negaraan seseorang digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (di samping kedua asas di atas), yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif.
Pelaksanaan kedua stelselo ini kita bedakan dalam:
  • Hak Opsi, ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel aktif);
  • Hak Reputasi, ialah hak untuk menolak kewarganegaraan (pelaksana stelsel pasif).

2.    Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganeraan negara lain

2.    HAK  DAN KEWAJIBAN NEGARA/ PEMERINTAH
Hak dan kewajiban negara adalah menggambarkan apa yang seharusnya diterima dan dilakukan oleh negara atau pemerintah dalam melindungi dan menjamin kelangsungan kehidupan negara serta terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
1.  Hak negara atau pemerintah adalah meliputi  :
a.    Menciptakan peraturan dan UU untuk ketertiban dan keamanan.
b.    Melakukan monopoli sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak.
c.    Memaksa warga negara taat akan hukum yang berlaku.

2.  Kewajiban negara berdasarkan UUD 1945 :
  1. Melindungi wilayah dan warga negara.
  2. Memajukan kesejahteraan umum.
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
  1. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  2. Menjamin kemerdekaan penduduk memeluk agama.
  3. Membiayai pendidikan dasar.
  4. Menyelenggarakan sistem  pendidikan nasional.
  5. Memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari anggaran belanja negara dan belanja daerah.
  6. Memajukan pendidikan dan kebudayaan.
  7. Mengembangkan sistem jaminan sosial.
  8. Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kebudayaan nasional.
  9. Menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak.
  10. Menguasai bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat.
  11. Memelihara fakir miskin.
  12. Mengembangkan sistem jaminan sosial

3.  PASAL 27 AYAT 2 UUD 1945 DAN HUBUNGAN DENGAN WARGA NEGARA
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 berbunyi “ Tiap - tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “ . Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap individu sebagai anggota warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan serta kehidupan yang layak dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegara .
Lapangan pekerjaan merupakan sarana yang dibutuhkan guna menghasilkan pendapatan yang akan digunakan dalam pemenuhan kehidupan yang layak . Penghidupan yang layak diartikan sebagai kemampuan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan dasar , seperti : pangan , sandang , dan papan .
Pada era globalisasi ini sering terlihat tingginya angka akan tuntutan hak tanpa diimbangi dengan kewajiban . Disisi lain , masih terdapat pula hak yang kian tak bersambut dengan kewajiban yang telah dilakukan . Kedua hal tersebut merupakan pemicu terjadinya ketimpangan antara hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak dengan kewajiban yang tak kunjung dilaksanakan .

Tingginya angka akan tuntutan hak tanpa diimbangi dengan kewajiban , pada umumnya disebabkan oleh adanya sifat malas dan kurangnya kemampuan dalam suatu bidang pekerjaan . Sifat malas tersebut dapat menghambat individu sebagai tenaga kerja untuk menjadi lebih produktif dan inovatif yang menyebabkan tertundanya penghidupan yang layak , sedangkan kurangnya kemampuan memicu pola pikir individu menjadi pesimistis yang menyebabkan individu tidak dapat bergerak kearah tingkat kehidupan yang lebih layak .
Hak yang tak kunjung bersambut atas pelaksanaan kewajiban yang telah dilakukan , pada umumnya disebabkan oleh kurangnya perhatian baik dari pihak pemerintah maupun swasta atas upah yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kewajiban yang telah dilakukan .
Hal tersebut , dapat memicu gejolak masyarakat atas terjadinya ketimpangan akan hak dengan kewajiban . Gejolak masyarakat timbul akibat adanya rasa ketidakpuasan terhadap ketimpangan tersebut yang menyebabkan timbulnya  berbagai demo hingga mogok kerja . Fenomena tersebut merupakan hal yang seharusnya tidak perlu dijumpai dalam kehidupan kewarganegaraan .

4.   PELAKSANAAN PASAL 27 AYAT 2 UUD 1945
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 “ Tiap - tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “ . Bunyi ayat pasal tersebut secara teori telah dijelaskan dalam UUD 1945 , namun secara praktik belum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan akan pasal tersebut telah dilaksanakan dengan baik . Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya tingkat pengangguran dan warga negara dengan tingkat kehidupan yang kurang layak . Pengangguran dapat disebabkan oleh berbagai macam hal , terutama tingkat pendidikan dan kemampuan . Hal tersebut merupakan pemicu terbesar dari tingginya tingkat pengangguran . Tingginya angka tingkat pengangguran menyebabkan terjadinya ketidakefisienan terhadap kegiatan produksi yang mengakibatkan semakin jauhnya tingkat kehidupan yang layak bagi warga negara .
Disisi lain , tingkat kehidupan yang kurang layak dapat disebabkan oleh sifat malas dari warga negara tersebut yang tidak ingin mencoba merubah tingkat kehidupannya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya . Pada umumnya , warga negara demikian terfokus untuk menunggu uluran tangan dari individu lain maupun pemerintah , tanpa melakukan suatu usaha sebagai kewajiban untuk memenuhi hak penghidupan yang layak .

Hak dan Kewajiban WNI yang dicantumkan dalam UUD 1945
1.      Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada               umumnya berupa peranan (role).

2.   Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam   pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
a. Hak Warga Negara Indonesia :
  • Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
  • Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
  • Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
  • Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”
  • Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
  • Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
  • Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
  • Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).

b.  Kewajiban Warga Negara Indonesia  :
  • Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
  • Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
  • Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
·    Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.


Pandangan Idiologis Atas Hak dan Kewajiban Warga Negara
Idiologi Negara Republik Indonesia
Berdasarkan pertanyaan diatas tentu sebuah hak dan kewajiban warga negara tidak lepas dari idiologi yang dianut oleh sistem kenegaraan. Landasan utama bangsa indonesia adalah Pancasila. Tentu saja Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia dalam bertingkah laku, termsuk segala mekanisme pemerintahan pemerintahan.

Pancasila, menurut Soekarno (2006) sebagai penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak terlepas pada revolusi melawan imperialisme di bumi nusantara untuk menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai filsafat cita-cita dan harapan segenap bagsa Indonesia. Bahkan pada sila ke tiga disebutkan “ Persatuan Indonesia “. Hal inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki semangat bersatu dari beragam suku bangsa yang berbeda. Perbedaan itu lenyap ketika mereka menyadari arti persamaan sebagai bangsa Indonesia.
Terlebih semangat persatuan bangsa Indonesia telah dikumandangkangkan pada sumpah pemuda. Para pemuda bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan menjunjung bahasa persatuan.

Bukti-bukti yang telah diuraikan ini menunjukan negara Indonesia didirikan atas pondasi persatuan. Negara yang terdiri dari beragam identitas mampu disatukan atas nama persatruan. Dengan demikian bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle (Syahrian:2003) bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara nasionalis.

Kewajiban Nasionalisme
Menurut Gentle melalui idealisme murni yang terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya individu memiliki kehendak atau ego. Pada tataran subjektif individu mengenal hubungan antara manusia yang satu dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan roh objektif, maka terciptalah komunitas. Melalui komunitas beragam ego individu melebur menjadi sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah yang disebut kesadaran mutlak individu.
Didasarkan tujuan kehidupan bersama dibentuklah negara. Beragam kepentingan individu dengan meninjau pada teori Gentle, tentu melebur menjadi kepentingan bersama. Negara tidak mungkin memberikan kepuasan atas setiap kepentingn individu dan beragam kehendak yang saling bersebragan. Maka demi tujuan utama dibentuknya suatu negara harus terdapat otoritas negara menentukan pilihan atas beragam kehendak.Dan melalui negara kepentingan-kepentingan individu telah melebur menjadi kepentingan bersama.
Negara ibarat masa depan nasib bersama. Kepentingan individu adalah kepentingan egois yang menitik beratkan pada kebutuhan pribadi. Tidak mungkin tanpa ototritas yag kuat sebuah negara mampu mnetukan pilihan yang terbaik bagi masa depan suatu bangsa.
Bila masih terdapat kepentingan-kepentingan egoisme tentu pembelotan dari tujuan dibentuknya negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat persamaan persepsi atas seluruh warga negara. Warga negara harus rela memberikan loyalitasnya kepada negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara memiliki nilai-nilai kearifan sebagai pelayan, pelindung dan pengayom bangsanya.
Permasalah Kebebasan
Gagasan yang telah disampaikan oleh Lipman (1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah ini dari pembahasan kebijakan. Hal ini menandakan era keterbukaan. Keberadaan opini publik berfungsi sebagi beragam pihak untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam pihak mampu mempengaruhi pemerintahan. Melalui ruang publik seseorang maupun kelompok memiliki kekuasaan di luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan negara.
Bentuk-bentuk lain keberadaan pihak diluar wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah para borjuis. Melalui ruang publik maupun beragam proses kekuasaan, kapitalis mampu mempegaruhi keberadaan para pejabat untuk berkonspirasi mencari keuntungan.

Proses pemerintahan yang tidak sehat dan dianggap sebagai rahasia umum ini menunjukkan kuatnya aktor-aktor yang non legitimasi untuk bergentayangan mendominasi sebagai tuan-tuan kelompok penekan.(Westergard dan Resler, 1976).
Walaupun tidak dapat disangkal bahwa kapitalis atau pasar sebagai faktor signifikan mempengaruhi kebijakan, akan tetapi perlu terdapat pembatasan yang jelas antara kepentingan perseorangan sebagai saudagar dan pelaku birokrat.
Permasalahan mendasar pada negara yang memberikan era keterbukaan ini mewariskan permasalahan mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai kapitalis. Hal yang banyak terjadi, keberadaan pejabat maupun birokrat tidak lepas dari modal awal untuk memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan. Konsekuensi yang terjadi persepsi tugas kepercayaan negara sebagai harapan masa depan bangsa, menjadi kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada posisi inilah terjadi tumpang tindih antara identitas birokrat dengan pedagang.
Solusi yang diberikan pada kasus ini adalah profesionalisme status. Tidak dibenarkan adanya kekuasaan yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal yang telah disampaikan oleh negarawan Jerman Adolf Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf; seseorang yang terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini menafsirkan bahwa keberadaan aktor-aktor yang memiliki kekuasan menjadikan permasalahan baru. Aktor-aktor tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat. Idealisme para birokrat tercemari oleh proses yang legal maupun ilegal.

Wabah kapitalis terjadi melalui beragam aktifitas kebebasan beragam pihak melalui ruang publik. Maka tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan provokasi yang berlanjut kepada distabilitas dan intgrasi. Hal lain yang terjadi dari kebebasan tersebut adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi dalam beragam kalangan; baik kapitalis NGO, CSO dan birokratis terjadi persaingan dalam rangka kepentingan pribadi atau kelompok.
Akibat dari sistem yang terjaga ini menjadikan rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan negara sebagai lembaga yang menaungi rakyat menjadi ajang persaingan kepentingan. Tentu berakibat pada lepasnya kewajiban sebagai warga negara yang baik, yang memberikan pengabdiannya kepada negara.





REFERENSI